Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

G30S/PKI dan Awal Mula Redupnya Kekuasaan Soekarno...

Kompas.com - 02/10/2021, 11:39 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembunuhan enam jenderal dan satu perwira Angkatan Darat yang berlangsung pada 30 September 1965, atau biasa disebut peristiwa G30S/PKI, bisa dikatakan  sebagai awal mula meredupnya wibawa dan kekuasaan Presiden Soekarno di jagat politik nasional.

Soekarno dengan segera harus mengakhiri bulan madunya dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan negara-negara Blok Timur yang juga berpaham komunis.

Soekarno yang saat itu dekat dengan PKI berhadap-hadapan langsung dengan Angkatan Darat yang jenderal-jenderalnya menjadi korban pembunuhan di malam 30 September.

Baca juga: Kisah Dewi Soekarno dan Tiga Opsi yang Ditawarkan Soeharto

Usai terjadinya peristiwa G30S/PKI, kekuasaan Bung Karno pun terus mendapat rongrongan, terutama dari mahasiswa dan tentara.

Dikutip dari buku Sejarah Perjuangan TNI Angkatan Darat yang disusun oleh Dinas Sejarah Militer Angkatan Darat, kesatuan aksi pemuda dan mahasiswa saat itu menilai Soekarno sebagai pemerintahan Orde Lama yang harus ditumbangkan.

Gerakan menentang Orde lama mencapai puncaknya saat pelantikan Kabinet Dwikora pada 24 Februari 1966. 

Mahasiswa melakukan boikot dengan melakukan aksi kempes ban di jalan menuju Istana Negara. Mereka memprotes dan menentang pelantikan kabinet.

Gelombang demonstrasi membesar

Demonstrasi secara besar-besaran pun terjadi kembali pada 11 Maret 1966 di depan Istana Negara.

Demonstrasi tersebut mendapat dukungan dari tentara. Mahasiswa mengepung Istana Kepresidenan dan menyuarakan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) yang salah satunya menuntut pembubaran PKI. Sejumlah tentara tak dikenal juga disebut-sebut mengelilingi Istana Kepresidenan. 

Baca juga: G30S, G30S/PKI, Gestapu, Gestok, Apa Bedanya?

"Diakui oleh Kemal Idris bahwa itu pasukan Kostrad yang dia pimpin, bergabung dengan mahasiswa. Jadi demonya bukan demo yang murni lagi," kata sejarawan Asvi Warman Adam saat diwawancarai Kompas.com.

Asvi mengatakan, tentara turut mendukung pembubaran PKI karena beranggapan bahwa PKI itu berada di balik G30S.

Pengepungan Istana oleh tentara tidak dikenal itu merupakan sesuatu yang menakutkan bagi Soekarno. Bung Besar akhirnya memutuskan pergi ke Istana Bogor bersama Soebandrio dan Chaerul Saleh dengan menggunakan helikopter.

Kekuasaan Soekarno dilucuti

Asvi pun mencatat selama periode 1965-1967, mulai tampak kegetiran dalam diri Soekarno karena ucapannya tak lagi didengar oleh para jenderal yang dulu sangat patuh kepadanya.

"Komando dan perintahnya tidak dimuat oleh surat kabar. Ucapannya dipelintir. Bahkan dia pernah menerima pamflet yang menuduhnya sebagai dalang utama G30S. Soekarno marah besar dan sangat geram. Ia memaki dalam bahasa Belada, ahasa yang dikuasainya sampai kosakat caci makinya," tulis Asvi dalam bukunya yang berjudul Bung Karno Dibunuh Tiga Kali?

Baca juga: Nasakom, Konsep Kesatuan Politik ala Soekarno

Periode ini juga disebut sebagai periode konsolidasi kekuatan Orde Baru yang disokong para tentara untuk membasmi PKI dan meredupkan kekuasaan Soekarno.

Kekuasaan Soekarno semakin terlucuti dengan adanya Surat Perintah 11 Maret atau biasa disebut Supersemar. Lewat Supersemar, Soeharto lalu mengambil alih kekuasaan dan membubarkan PKI serta menangkap 15 menteri Soekarno dengan tuduhan terlibat G30S/PKI.

Soekarno bukannya tak melawan. Buktinya di peringatan HUT RI pada 17 Agustus 1966, ia menyampaikan pidato yang berjudul "Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah". Dalam pidato "Jas Merah" itu, Soekarno secara tidak langsung mengungkapkan Supersemar dialahtafsirkan untuk mengakhiri keuasaannya.

Namun pidato Soekarno itu seolah tak ada artinya karena tak mampu mengubah situasi politik yang telah dikuasai Soeharto.

Perlawaan kembali dilakukan Bung Karno lewat pidatonya yang berjudul "Nawaksara". Namun pidato pertanggungjawaban itu ditolah oleh MPRS. Di pidato tersebut, Soekarno bersikeras tak mamu membubarkan PKI.

Soekarno mengatakan kemelut G30S/PKI sejatinya disebabkan oleh tiga aspek. Pertama karena pimpinan PKI yang keblinger. Kedua diakibatkan oleh tndakan subversif Neokolim, yakni adanya pihak asing yang diduga sudah masuk ke Indonesia seperti CIA. Ketiga adanya oknum yang tidak bertanggung jawab.

"Entah ini maksudnya adalah Soeharto atau bukan. Hal itu tidak dikatakan oleh Soekarno," tutur Asvi. 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com