Sebut saja mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, Mantan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy, Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.
"Kejahatan kemanusiaan" yang dilakukan oleh para politisi atau kader partai ini lazim disebut korupsi politik.
Korupsi politik biasanya dilakukan oleh para pejabat negara yang menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya.
Mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar menyebut, korupsi politik adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mempunyai kekuasaan politik.
Kejahatan ini terjadi karena adanya kekuasaan politik yang melekat pada diri si pelaku, dengan menyalahgunakan kewenangan, sarana, atau kesempatan dalam upaya memperkaya atau menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi.
Korupsi politik lebih dahsyat dibanding korupsi biasa karena mengambil hak-hak rakyat.
Korupsi yang dilakukan sejumlah kader partai politik (parpol) ini tak berdiri sendiri. Meski tiap kali ada kasus, parpol selalu beralibi bahwa itu ulah pelaku pribadi dan tidak melibatkan parpol secara institusi.
Sejumlah kasus korupsi yang menjerat politisi kerap terkait dengan pembiayaan aktivitas parpol. Sebut saja kasus korupsi Hambalang yang menjerat Anas Urbaningrum dan Nazaruddin.
Dalam persidangan Nazaruddin mengaku jika uang yang dipakai Anas untuk berkontestasi di kongres berasal dari proyek Hambalang.
Setya Novanto saat memberikan kesaksian di pengadilan juga mengaku jika uang hasil korupsi proyek e-KTP sebesar Rp 5 miliar ada yang mengalir ke Rapimnas Golkar.
Hal serupa juga terjadi dalam kasus korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1 yang menyeret sejumlah pengurus Partai Golkar.
Eni Maulani Saragih mengaku, sebagian uang hasil korupsi mengalir ke panitia Munaslub Partai Golkar dimana Eni menjadi bendahara acara ini.
Jika dirunut masih banyak lagi kasus-kasus korupsi para politisi yang menyeret parpolnya. Namun, hingga saat ini hukuman hanya berhenti di politisi yang melakukan tindak pidana korupsi. Sementara parpol yang diduga juga ikut menikmati aliran uang haram tak diberi sanksi.
Parpol tak bisa selamanya mengkambinghitamkan dan mengorbankan kader dalam kasus tindak pidana korupsi.
Pasalnya, selain ada dugaan partai juga ikut menikmati uang hasil korupsi, parpol juga bertanggung jawab mendidik dan membina para kadernya agar tak terjerat korupsi.
(Mungkin) sudah saatnya menimbang untuk menghukum parpol yang kadernya banyak melakukan tindak pidana korupsi agar kasus ini tak terus berulang.
Jadi, bisakah parpol dihukum atas tindak pidana korupsi yang dilakukan kadernya?
Saksikan pembahasannya dalam talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (29/9/2021), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.