Panggil aku dengan Gubernur
Biar rakyat tahu siapa aku
Aku bebas mengatur kota
Walau tidak semudah mengolah kata
Kan kubangun banyak tugu
Dan kan kumandangkan kiprah suksesku
Tak peduli esok kubongkar dan kubangun (lagi)
Toh parlemen membelaku dengan setia
Panggil aku dengan Walikota
Biar rakyat tahu siapa aku
Aku bebas memasuki pantai
Walau rakyat dilarang masuk karena pandemi
Hadangan aparat kan kuterabas
Sembari bilang sudah koordinasi (sebelumnya)
Tapi nyatanya fakta berkata lain
Peduli amat seribu alasan telah kusiapkan
SELARIK puisi ini saya tulis dengan spontan untuk bisa memahami apa yang terjadi di tempat saya mencari nafkah, Jakarta dan kota kelahiran saya, Malang, Jawa Timur.
Puisi ini saya beri judul ”Pongahnya Kekuasaan” sebagai refleksi melihat kekuasaan yang pongah di Jakarta dan Malang.
Warga Jakarta tentu masih ingat dengan pemasangan instalasi batang bambu Getah Getih di Bundaran Hotel Indonesia (HI).
Tugu bambu itu diprotes. Bukan karena kurangnya penghargaan terhadap nilai-nilai seni seniman lokal, tapi karena biaya yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Biaya Rp 550 juta tidak sebanding dengan umur tugu yang terbuat dari bambu.
Dari aspek mana pun, karya seniman Joko Avianto itu sangat unik dan pantas diapresiasi sebagai karya instalasi seni indoor.
Oleh Pemprov DKI Jakarta, Getah Getih ditempatkan di kawasan strategis terbuka Bundaran HI. Proses pelapukan karena panas terik dan basah hujan membuat karya instalasi itu hanya bertahan 11 bulan.
Juga ada kontroversi seputar tafsir pornografi. Bagai sebagian orang, instalasi bambu yang dimaksudkan untuk memeriahkan perhelatan Asian Games 2018 itu mirip dengan posisi kemesraan dua orang yang berlainan jenis kelamin.
Ada yang menilai bentuk seperti itu tidak elok ditempatkan di ruang publik. Meskipun, ada juga yang tidak melihat bentuk ulinan bambu itu dalam perspektif erotik. Apapun tafsirnya, faktanya ada kontroversi.
Warga yang keberatan dengan pemasangan Getah Getih menganggap itu sebagai pemborosan anggaran. Sebaliknya, Gubernur DKI Anies Baswedan menganggap anggaran pembangunan instalasi Getah Getih justru dinikmati para petani dan pengrajin bambu. Andai dibangun dengan besi, tentu yang menikmati pengusaha Tiongkok karena besi harus diimpor dari Tiongkok (Kompas.com, 22 Juli 2021).
Baca juga: Anies Menjawab Kritikan Pembongkaran Instalasi Getih Getah...
Kontroversi terakhir adalah soal dibongkarnya tugu sepatu. Banyak orang bertanya, apa kaitannya Jakarta dengan sepatu sehingga perlu ada tugu sepatu di Ibu Kota ini.
Monumen atau tugu diciptakan oleh seorang seniman untuk mengabadikan kenangan terhadap orang atau peristiwa kecil maupun besar. Yang dikenang tentunya yang memiliki makna sejarah atau berharga sehingga pantas dikenang generasi berikutnya.
Sementara Ramanasari (2015) menjelaskan, fungsi suatu benda dibuat terkait dengan fungsi sosial dan budaya, fungsi spritual, fungsi pakai, fungsi seni atau hias, dan sebagainya.
Tugu sepatu yang dimaksudkan Pemprov DKI sebagai ikon terbaru Ibukota itu mulai terlihat sejak Jumat (17 September 2021) dan mulai dirobohkan tiga hari berselang.
Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria malah menyalahkan ulah pembuat corat-coret sehingga tugu sepatu harus dibongkar. Pihaknya akan mengusut tuntas para pelaku aksi vandalisme tersebut (Kompas.com, 20 September 2021).
Baca juga: Tugu Sepatu di Jalan Sudirman Dibongkar Usai Jadi Sasaran Vandalisme