Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Anggaran yang Mubazir di Jakarta dan Keteladanan yang Hilang di Malang

Kompas.com - 22/09/2021, 06:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Panggil aku dengan Gubernur
Biar rakyat tahu siapa aku

Aku bebas mengatur kota
Walau tidak semudah mengolah kata

Kan kubangun banyak tugu
Dan kan kumandangkan kiprah suksesku

Tak peduli esok kubongkar dan kubangun (lagi)
Toh parlemen membelaku dengan setia

Panggil aku dengan Walikota
Biar rakyat tahu siapa aku

Aku bebas memasuki pantai
Walau rakyat dilarang masuk karena pandemi

Hadangan aparat kan kuterabas
Sembari bilang sudah koordinasi (sebelumnya)

Tapi nyatanya fakta berkata lain
Peduli amat seribu alasan telah kusiapkan

SELARIK puisi ini saya tulis dengan spontan untuk bisa memahami apa yang terjadi di tempat saya mencari nafkah, Jakarta dan kota kelahiran saya, Malang, Jawa Timur.

Puisi ini saya beri judul ”Pongahnya Kekuasaan” sebagai refleksi melihat kekuasaan yang pongah di Jakarta dan Malang. 

Warga Jakarta tentu masih ingat dengan pemasangan instalasi batang bambu Getah Getih di Bundaran Hotel Indonesia (HI).

Tugu bambu itu diprotes. Bukan karena kurangnya penghargaan terhadap nilai-nilai seni seniman lokal, tapi karena biaya yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Biaya Rp 550 juta tidak sebanding dengan umur tugu yang terbuat dari bambu.

Dari aspek mana pun, karya seniman Joko Avianto itu sangat unik dan pantas diapresiasi sebagai karya instalasi seni indoor.

Oleh Pemprov DKI Jakarta, Getah Getih ditempatkan di kawasan strategis terbuka Bundaran HI. Proses pelapukan karena panas terik dan basah hujan membuat karya instalasi itu hanya bertahan 11 bulan.

Juga ada kontroversi seputar tafsir pornografi. Bagai sebagian orang, instalasi bambu yang dimaksudkan untuk memeriahkan perhelatan Asian Games 2018 itu mirip dengan posisi kemesraan dua orang yang berlainan jenis kelamin.

Ada yang menilai bentuk seperti itu tidak elok ditempatkan di ruang publik. Meskipun, ada juga yang tidak melihat bentuk ulinan bambu itu dalam perspektif erotik. Apapun tafsirnya, faktanya ada kontroversi.

Warga yang keberatan dengan pemasangan Getah Getih menganggap itu sebagai pemborosan anggaran. Sebaliknya, Gubernur DKI Anies Baswedan menganggap anggaran pembangunan instalasi Getah Getih justru dinikmati para petani dan pengrajin bambu. Andai dibangun dengan besi, tentu yang menikmati pengusaha Tiongkok karena besi harus diimpor dari Tiongkok (Kompas.com, 22 Juli 2021).

Baca juga: Anies Menjawab Kritikan Pembongkaran Instalasi Getih Getah...

Makna pembangunan tugu

Kontroversi terakhir adalah soal dibongkarnya tugu sepatu. Banyak orang bertanya, apa kaitannya Jakarta dengan sepatu sehingga perlu ada tugu sepatu di Ibu Kota ini.

Ramanto (2007) menjelaskan makna pembangunan tugu atau monumen adalah bangunan dan tempat yang mempunyai keterkaitan dengan aspek sejarah yang sangat penting.

Monumen atau tugu diciptakan oleh seorang seniman untuk mengabadikan kenangan terhadap orang atau peristiwa kecil maupun besar. Yang dikenang tentunya yang memiliki makna sejarah atau berharga sehingga pantas dikenang generasi berikutnya.

Sementara Ramanasari (2015) menjelaskan, fungsi suatu benda dibuat terkait dengan fungsi sosial dan budaya, fungsi spritual, fungsi pakai, fungsi seni atau hias, dan sebagainya.

Tugu sepatu yang dimaksudkan Pemprov DKI sebagai ikon terbaru Ibukota itu mulai terlihat sejak Jumat (17 September 2021) dan mulai dirobohkan tiga hari berselang.

Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria malah menyalahkan ulah pembuat corat-coret sehingga tugu sepatu harus dibongkar. Pihaknya akan mengusut tuntas para pelaku aksi vandalisme tersebut (Kompas.com, 20 September 2021).

Baca juga: Tugu Sepatu di Jalan Sudirman Dibongkar Usai Jadi Sasaran Vandalisme

 

Rancangan sisi dalam Tugu Sepeda di JakartaDok. Dinas Perhubungan DKI Jakarta Rancangan sisi dalam Tugu Sepeda di Jakarta

Tugu lain yang jadi perbincangan adalah tugu berbentuk sepeda di Kawasan Jenderal Sudirman. Sejak April 2021 lalu hingga sekarang juga tidak jelas kelanjutannya. Dengan anggaran mencapai Rp 800 juta, tugu itu dibangun Pemrov DKI untuk memotivasi pesepeda di Jakarta.

Nasib tugu sepeda yang digagas untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi para seni rupa, semula ditargetkan rampung pada Mei 2021. Namun hingga kemarin (20 September 2021) masih juga mangkrak (Kompas.com, 20 September 2021).

Baca juga: Bantah Proyek Tugu Sepeda Mangkrak, Dishub DKI: Progres Sudah 90 Persen Lebih

Ada kesan, anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta terhambur sia-sia. Mubazir. Tidak hanya pembangunan berbagai tugu, kewajiban Pemprov DKI untuk membayar commitmen fee gelaran lomba balapan mobil formula listrik juga mengundang rasa kaget. (Kompas.com, 18/09/2021).

Anehnya, Pemprov DKI ditagih Rp 2,3 triliun untuk pembayaran commitment fee sementara Montreal, Kanada hanya dipatok Rp 18 miliar.

Roma, Italia, dan kota-kota di Amerika Serikat malah “gretongan” alias tidak dipungut biaya commitment fee sama sekali.

Andai Pemprov DKI tidak memenuhi pembayaran commitment fee, maka pengadilan arbitrase Singapore siap melumat Pemprov DKI karena tidak memenuhi komitmen kewajiban yang disepakati.

Baca juga: Menyoal Formula-E Rasa Pinjol

Wali Kota Malang langgar prokes

Berikutnya adalah cerita dari Malang. Ini sungguh tidak pantas untuk ditiru.

Rombongan pesepeda pejabat teras Pemerintah Kota (Pemkot) Malang, Jawa Timur, di antaranya ada Wali Kota Malang Sutiaji, nekat menerobos Kawasan Wisata Pantai Kondang Merak, Kabupaten Malang, Minggu (19/09/2021).

Padahal, wilayah Kabupaten Malang masih menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3. Artinya, semua tempat wisata termasuk Kawasan Pantai Kondang Merak yang diterobos rombongan Wali Kota Malang masih tertutup untuk umum tanpa terkecuali.

Meski sempat dihalau personel kepolisian, rombongan Wali Kota Malang tetap nekat masuk area pantai. Rombonganberada di area wisata selama satu jam. Video aksi penerobosan rombongan Walikota Malang yang gagal dihalau petugas sempat viral dan menjadi perbincangan di masyarakat (Kompas.com, 21 September 2021).

Baca juga: Rombongan Wali Kota Malang dan Pejabatnya Nekat Gowes ke Pantai yang Ditutup, Bupati Tak Beri Izin, Polisi Turun Tangan

 

Foto yang berada di media sosial terkait kegiatan gowes Wali Kota Malang, Sutiaji dan jajarannya ke Pantai Kondang Merak, Kabupaten Malang, Minggu (19/9/2021).KOMPAS.COM/HandOut Foto yang berada di media sosial terkait kegiatan gowes Wali Kota Malang, Sutiaji dan jajarannya ke Pantai Kondang Merak, Kabupaten Malang, Minggu (19/9/2021).

Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkot Malang Erik Setyo Santoso membantah kalau kegiatan gowes ini tidak berkoordinasi dengan instansi terkait.

Menurut Erik, rombongan sudah menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Mereka hanya sekadar mampir sebentar di Pantai Kondang Merak untuk isitirahat dan mengisi bekal.

Bupati Malang Sanusi menegaskan, destinasi wisata Pantai Kondang Merak masih ditutup karena daerahnya termasuk PPKM Level 3. Merujuk Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2021, semua tempat wisata di daerah dengan status PPKM Level 3 belum diizinkan dibuka (Kompas.com, 21 September 2021).

Pemkab Malang juga tidak pernah mengeluarkan izin untuk kegiatan gowes rombongan Wali Kota Malang. Bupati Malang pun mengakui pihak Pemkot Malang tidak pernah melakukan koordinasi untuk kegiatan tersebut.

Baca juga: Heboh, Rombongan Wali Kota Malang Gowes ke Pantai Kondang Merak, Bupati Sanusi: Kami Tak Pernah Beri Izin

Bukan kali ini saja Wali Kota Malang menuai kontroversi. Sebelumnya Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan sempat datang langsung ke Malang (13/08/2021) dan meminta Pemkot Malang untuk tidak mempermainkan data Covid.

Pemkot Malang memiliki catatan buruk. Angka yang dilaporkan ke Satgas Covid-19 Pusat tidak sesuai dengan dengan angka faktual yang terjadi di lapangan.

Tidak itu saja, puluhan honor insentif penggali kubur jenazah Covid di berbagai tempat pemakamam umum di Malang tidak dibayarkan sesuai dengan hak yang seharusnya diterima (Kompas.com, 09/09/2021).

Baca juga: Kesaksian Suhari, Penggali Kubur yang Diduga Jadi Korban Pungli Insentif: Dipotong Rp 200.000, Buat Atasan dan Bensin

Hikmah Jakarta dan Malang

Dari kasus Jakarta, kita bisa mengambil hikmah betapa menjaga titipan amanah dari rakyat butuh sebuah sikap dan komitmen yang tegak lurus dengan kepentingan rakyat.

Berbuat terbaik menurut diri sendiri dan lingkaran kekuasaan belum tentu mendapat apresiasi yang positif dari warga. Mungkin Anies ingin menjadikan wajah Ibu Kota artistik dengan tebaran aneka tugu. Tapi, dimaknai berbeda oleh warganya.

Dari kasus Wali Kota Malang kita juga bisa memetik pelajaran tentang keteladanan. Kekuasaan itu tidak abadi. Kepemimpinan akan selalu meninggalkan jejak yang tidak terhapuskan. Seorang pemimpin harus bisa menjadi contoh keteladanan, baik perkataan atau perbuatan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com