Pegawai yang pernah menyandang status sebagai Raja OTT dari Ketua KPK Firli Bahuri ini menyatakan ia tak lagi mengerjakan apapun dengan keluarnya surat keputusan penonaktifan tersebut.
"Harapan kami ke depan agar Presiden Jokowi sesuai dengan amanat UU, bisa mengambil alih persoalan ini, karena sudah hampir sebulan kami tidak melakukan pekerjaan apapun sementara kami tetap digaji besar oleh negara," kata Harun sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com, Rabu (2/6/2021).
Di kesempatan lain, Harun juga menilai Presiden Joko Widodo punya tanggung jawab moral untuk membantu pegawai KPK yang akan diberhentikan pasca- TWK.
“Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan dan juga sebagai kepala negara tentu dia punya tanggung jawab moral ya,” ujar Kasatgas Penyelidik nonaktif KPK Harun Al Rasyid, di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Jumat (17/9/2021).
Hal senada juga terlontar dari kalangan akademisi. Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, menilai seharusnya Jokowi tidak lepas dari tanggung jawabnya atas isu pemecatan pegawai KPK ini.
Baca juga: Soal TWK KPK, Jokowi Dinilai Bisa Dianggap Tak Konsisten hingga Tak Paham Masalah
Ia juga menilai seharusnya Jokowi bisa menertibkan pimpinan KPK yang berlaku semena-mena.
"Tidak sepatutnya Presiden Jokowi mengelak (dari) tanggung jawab atas pemecatan 56 pegawai KPK,” kata Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, kepada Kompas.com, Kamis (16/9/2021).
Lebih lanjut, Jokowi selaku Kepala negara perlu mengacu pada rekomendasi Ombudsman dan temuan Komnas HAM atas pelaksanaan TWK.
Berdasarkan laporan akhir hasil pemeriksaan, Ombudsman menemukan adanya malaadministrasi. Sementara Komnas HAM menemukan 11 bentuk pelanggaran HAM dalam asesmen TWK.
Kedua lembaga negara itu juga merekomendasikan agar pegawai yang tak lolos TWK tetap dilantik menjadi ASN.
“Fatsunnya pula Presiden mengikuti rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM sebagai lembaga resmi negara," ujar Azyumardi.
Baca juga: Jokowi Dulu Tegas soal TWK KPK, Kini Dinilai Mulai Lepas Tangan...
Para pegawai KPK nonaktif, pegiat antikorupsi, serta elemen masyarakat sipil tidak tinggal diam atas polemik TWK KPK dan situasi pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini.
Mereka membentuk aksi solidaritas masyarakat sipil dan mendirikan "Kantor darurat pemberantasan korupsi" di depan Gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kantor darurat tersebut terpantau sudah mulai beroperasi pada Jumat (18/9/2021) pukul 16.00 WIB.
Kuasa hukum 57 pegawai KPK yang tidak lolos menjadi ASN akibat tidak lulus TWK, Saor Siagian, mengatakan, kantor ini terbuka untuk seluruh masyarakat.
Menurut dia, fungsi jangka pendek kantor darurat ini adalah memberikan advokasi kepada 57 pegawai lembaga antirasuah yang tidak lulus TWK.
Baca juga: Saat TWK Berujung Pemberhentian 56 Pegawai KPK…
"Fokus jangka pendek mengadvokasi kawan-kawan staf KPK yang dipecat," ujar Saor kepada awak media, Jumat.
Adapun melalui kantor darurat tersebut, masyarakat menitipkan surat kepada Presiden Joko Widodo.
Isi suratnya mengenai pembatalan tes wawasan kebangsaan yang berujung pemberhentian 57 pegawai KPK dan menepati janjinya untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.