Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Dinilai Bersikap Lembek terhadap Isu Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 16/09/2021, 15:06 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Pusat Studi Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman menilai, Presiden Joko Widodo bersikap lembek terhadap isu pemberantasan korupsi.

Zaenur mengungkapkan hal itu setelah Presiden menyatakan tidak akan mencampuri polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut dia, sikap yang diambil Presiden menunjukkan rendahnya komitmen Jokowi terhadap isu pemberantasan korupsi.

“Sikap ini semakin menunjukkan ketidaktahuan dan rendahnya komitmen Jokowi pada pemberantasan korupsi, dan sikap lembek ini bukan hal yang pertama kali,” tutur Zaenur kepada Kompas.com, Kamis (16/9/2021).

Ia mengungkapkan, pada tahun 2019, Jokowi pernah berjanji untuk membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan revisi Undang-Undang KPK, tetapi hal itu tidak terealisasi.

Baca juga: Kunjungan ke Aceh, Jokowi Beri Sepeda ke Santri yang Bacakan Puisi untuknya

“Dalam alih status pegawai KPK ini Jokowi pernah berpidato dengan mengatakan bahwa TWK tidak jadi alasan pemecatan, tapi akhirnya Presidan tidak bersikap dan buang badan,” ucap dia.

Lebih lanjut Zaenur menjelaskan bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak uji materi Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 turut mengatakan bahwa tindak lanjut hasil TWK menjadi kewenangan pemerintah.

Artinya, sambung Zaenur, KPK tidak berhak melakukan pemberhentian 56 pegawai KPK yang tidak lolos TWK. Namun, segala keputusan dan tindak lanjut dari hasil tes itu diserahkan MA ke Presiden Jokowi sebagai pembina tertinggi kepegawaian.

“Menurut saya, pemerintah itu ya Presiden, dan KPK tidak diberi kewenangan untuk menindaklanjuti hasil TWK oleh MA,” imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa 56 pegawai KPK akan diberhentikan dengan hormat pada 30 September 2021.

Baca juga: Saat Santri Menghibur Jokowi: Jangan Cemas, Jangan Khawatir, Pak...


Adapun 56 pegawai tersebut berstatus tidak lolos TWK dan berakibat tidak bisa menjadi aparatur sipil negara (ASN). Pegawai KPK dinyatakan harus dialihstatuskan menjadi ASN sesuai dengan ketentuan revisi UU KPK yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019.

Sementara itu, penyelenggaraan TWK menuai polemik karena disebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, hingga materi soal yang ditanyakan cenderung menyentuh aspek SARA, dan diskriminatif.

Ombdusman RI menyatakan bahwa pihaknya menemukan tindakan malaadministrasi dalam pelaksanaan tes itu, sedangkan Komnas HAM mengatakan ada pelanggaran hak asasi manusia pada TWK.

Namun, di sisi lain, Jokowi enggan turun tangan untuk menyelesaikan polemik alih status pegawai KPK tersebut.

Ia menegaskan masih menunggu putusan dari MA dan MK terkait persoalan ini.

Baca juga: Minta Polri Tak Berlebihan soal Penghapusan Mural, Jokowi: Saya Sudah Biasa Dihina

Padahal, MA diketahui telah menolak uji materi Perkom Nomor 1 Tahun 2021 yang menjadi dasar pelaksanaan TWK.

Sementara itu, MK telah menolak uji materi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK pada pasal yang terkait dengan alih status pegawai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com