JAKARTA, KOMPAS.com - Kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang pada Rabu (8/9/2021) bak fenomena puncak gunung es dari berbagai permasalahan kondisi pengelolaan lapas dan pola pemidanaan hukum di Indonesia.
Perlahan, fakta bahwa adanya kelebihan muatan dalam lapas, persoalan instalasi listrik yang tak diperbaiki, dan hal-hal yang tidak manusiawi pun mulai terungkap ke publik.
Ragam kritikan pun muncul terkait overcapacity lapas yang pada akhirnya dikaitkan dengan masalah pola pemidanaan hukum di Indonesia.
Diketahui, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly telah membeberkan fakta bahwa dalam Lapas Kelas I Tangerang terdapat kelebihan kapasitas hingga 400 persen.
Baca juga: Kapasitas Lapas dan Rutan di Riau 4.000, tapi Isinya 13.000 Penghuni
Tak hanya Yasonna, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga mengakui di seluruh lapas-lapas Indonesia tak sanggup menampung keseluruhan napi.
Mahfud mengatakan, ada ruangan yang tidak terlalu luas, tetapi dihuni 20-30 warga binaan. Bahkan ada yang hingga 40 orang.
Perubahan pola pemidanaan
Kritikan dan masukan datang dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang menilai perlu adanya perubahan pola pemidanaan untuk mengatasi masalah kapasitas lapas.
Ketua YLBHI Asfinawati berpendapat, kondisi penghuni yang melebihi kapasitas lapas akan menyulitkan proses evakuasi.
Oleh karena itu, perubahan di sektor hulu, yakni pola pemidanaan perlu dilakukan.
"Di hulu, mengubah hukum agar sebagian besar pemidanaan bukan pidana penjara, dan dekriminalisasi," kata Asfinawati saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/9/2021).
Baca juga: Atasi Kelebihan Penghuni, Pemerintah Didesak Intervensi Arus Masuk-Keluar Orang ke Lapas
Menurut dia, saat ini masih banyak aturan hukum yang masih menitikberatkan pada pendekatan pidana penjara, terutama terhadap kasus penyalahgunaan narkoba.
Padahal, ia menilai, pengguna narkoba seharusnya tidak perlu dipenjara, melainkan direhabilitasi.
Tak hanya pengguna narkotika, Asfin juga meminta ada perubahan pola pemidanaan terhadap kasus kriminalisasi orang-orang yang menyatakan kebebasan berpendapat, salah satunya di dunia digital yang rentan terancam pasal karet Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Senada dengan Asfin, pakar hukum pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan menyarankan perubahan pola pemidanaan.
Terkhusus pengguna narkotika, ia juga menilai mereka seharusnya dikirimkan ke pusat rehabilitasi, bukan penjara atau lapas.
"Kurangi secara besar-besaran mengirimkan pemakai narkotika ke lapas. Sebaliknya, perbanyak pusat-pusat rehabilitasi," kata Agustinus saat dihubungi, Kamis.
Baca juga: Sejumlah Fakta Bertambahnya Korban Jiwa akibat Kebakaran di Lapas Tangerang
Suara-suara untuk melibatkan pihak swasta dalam pembangunan pusat rehabilitasi pengguna narkotika pun juga diungkapkan.
Agustinus juga menyarankan pemerintah menggunakan remisi dan pembebasan bersyarat untuk memperpendek masa pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana ringan.
Negara juga didorong melakukan pembicaraan dengan Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung guna mengutamakan penggunaan sanksi denda terhadap less serious crime.
Masalah HAM
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai ada indikasi masalah-masalah hak asasi manusia (HAM) di dalam penjara, menyusul terjadinya kebakaran Lapas Kelas I Tangerang.
"Ini bukan kejadian kebakaran biasa, tapi juga masalah hak asasi manusia. Kejadian ini semakin menunjukkan urgensi untuk mengatasi masalah penjara di Indonesia yang sarat pelanggaran hak-hak asasi manusia," kata Usman dalam keterangannya, Rabu.
Salah satunya, penjara penuh sesak.
Kondisi itu, kata dia, tentu mengancam hidup dan kesehatan narapidana. Padahal, menurut Usman, narapidana juga berhak atas kondisi penjara yang layak dan hak atas kesehatan sebagaimana manusia.
Baca juga: Bukan Overcapacity, Diduga SOP Tak Dijalankan dengan Benar di Lapas Tangerang
Usman mengatakan, kebakaran Lapas Tangerang itu jelas berkaitan dengan overcapacity jumlah penghuni lapas.
"Kapasitas penjara yang terbatas dengan jumlah penghuni yang berlebihan adalah akar masalah serius dalam sistem peradilan pidana di Indonesia," nilai dia.
Evaluasi berkala
Sebagaimana puncak gunung es, kebakaran lapas Tangerang menjadi perhatian bagi semua pihak untuk adanya perbaikan dalam pengelolaan lapas ke depan.
Kepala Bidang Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora meminta Kemenkumham melakukan evaluasi menyeluruh secara berkala terhadap kondisi lapas dan rumah tahanan.
Menurut dia, kondisi lapas kelebihan penghuni menunjukkan buruknya tata kelola dan keamanan yang berorientasi pada perlindungan hak warga binaan.
"LBH Jakarta mendesak Kementerian Hukum dan HAM melakukan evaluasi secara keseluruhan kondisi lapas dan rutan secara berkala dan menjamin bahwa tragedi seperti ini tidak terulang kembali," kata Nelson, melalui keterangan tertulis, Kamis.
Ubah persepsi lapas
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, pemerintah perlu mengubah persepsi bahwa lapas bukan tempat pembuangan atau penghukuman narapidana, tetapi merupakan tempat pembinaan dan pendidikan.
"Pelajaran yang berharga adalah mengubah persepsi bahwa lapas itu tidak melulu sebagai tempat menjalani hukuman, tapi sesungguhnya lapas itu menjadi 'bengkel' tempat memperbaiki kerusakan mental manusia," kata Fickar saat dihubungi, Kamis.
Baca juga: Anggota Komisi III: Implementasi Penanganan Lapas Omong Kosong, Menkumham Hanya Retorika
Ia berpendapat, pemerintah perlu menerapkan kurikulum baru di lapas yang tujuannya mendidik warga binaan.
Salah satu contoh, pemerintah disarankan dapat memanfaatkan pendidikan gaya militer yang bisa berpengaruh terhadap pembentukan mental yang baik.
Atas kebakaran Lapas Tangerang, Fickar menilai bahwa pemerintah selama ini abai terhadap persoalan lapas.
Ia meminta agar infrastruktur lapas direvitalisasi berkala karena digunakan efektif dalam hidup sehari-hari baik warga binaan penghuni lapas maupun petugas penjaga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.