JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin diduga terseret dalam sejumlah kasus yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus terbaru yaitu terkait dugaan suap yang melibatkan mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Politikus Partai Golkar itu diduga terlibat dalam memperkenalkan Stepanus dengan Wali Kota nonaktif Tanjung Balai M Syahrial yang tengah berperkara di KPK.
Dugaan keterlibatan Azis terungkap setelah Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan bahwa Azis mempertemukan Syahrial dan Stepanus di rumah dinasnya di Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Oktober 2020.
“Dalam pertemuan tersebut, AZ (Azis Syamsuddin) memperkenalkan SRP (Stepanus Robin Patujju) dengan MS (M Syahrial) karena diduga MS (M Syahrial) memiliki permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai yang sedang dilakukan KPK," ucap Firli dalam konferensi pers (24/4/2021).
Tak sampai di sana, Azis bersama kader Golkar lainnya, Aliza Gunado, diduga memberikan suap sebesar Rp 3,099 miliar serta 36.000 dollar AS atau sekitar Rp 512 juta kepada Stepanus dan pengacara Maskur Husain.
Baca juga: Azis Syamsuddin Dikabarkan Jadi Tersangka, Ini Kata Ketua KPK Firli Bahuri
Dugaaan itu tertuang dalam petikan dakwaan perkara suap Stepanus yang tercantum dalam situs Sistem Informasi Penularan Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu agar terdakwa dan Maskur Husain membantu mereka terkait kasus/perkara di KPK, yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme,” tulis dakwaan di SIPP PN Jakarta Pusat, dikutip dari Kompas.id.
Dalam petikan dakwaan itu disebutkan bahwa secara total Stepanus bersama Maskur diduga menerima Rp 11.025.077.000 dan 36.000 dollar AS.
Selain dari Azis dan Aliza, Stepanus juga didakwa menerima uang dari dari bekas Wali Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, M Syahrial; bekas Wali Kota Cimahi, Jawa Barat, Ajay Muhammad Priatna.
Kemudian, Usman Effendi dalam perkara suap Kepala Lapas Sukamiskin tahun 2019, serta bekas Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari.
Di samping penanganan kasus Tanjungbalai, Azis juga diduga terseret kasus suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Lampung Tengah tahun 2017.
Baca juga: Kehormatan DPR di Ujung Tanduk, MKD Diminta Tindak Lanjuti Dugaan Pelanggaran Etik Azis Syamsuddin
Pada kasus suap DAK Lampung Tengah, Azis diduga meminta fee atau ongkos pengesahan DAK Lampung Tengah tahun 2017 saat menjabat sebagai Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Azis pun dilaporkan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR. Pelaporan oleh Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) itu diwakilkan Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD).
"Kami dari Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi selaku kuasa hukum Komite Anti Korupsi Indonesia, melaporkan terkait adanya dugaan permintaan fee DAK oleh pimpinan DPR bernama Azis Syamsuddin yang terjadi di Lampung Tengah," kata anggota PAPD Agus Rihat Manalu di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (13/1/2020).
Atas dugaan keterlibatan pada kedua perkara tersebut, Kompas.com telah mencoba meminta tanggapan kepada Azis. Namun, pesan singkat yang dilayangkan hingga kini baru sebatas dibaca dan belum mendapat balasan.
Respons Ketua KPK
Sementara itu, meski namanya telah disebut dalam perkara Tanjungbalai, Firli menyatakan hingga kini Azis belum berstatus tersangka.
Menurut Firli, Lembaga Antirasuah itu masih berupaya mengumpulkan berbagai keterangan dan bukti-bukti untuk terangnya peristiwa tersebut.
Baca juga: Formappi: Tak Ada Gerak-gerik MKD Tindak Lanjuti Laporan soal Azis Syamsuddin
"Tolong berikan waktu untuk kami bekerja, nanti pada saatnya KPK pasti memberikan penjelasan secara utuh setelah pengumpulan keterangan dan barang bukti selesai," ujar Firli dalam keterangan tertulis, Minggu (5/9/2021).
"Karena kita bekerja berdasarkan bukti-bukti dan dengan bukti-bukti tersebutlah membuat terangnya suatu peristiwa pidana korupsi dan menemukan tersangka," ujar dia.
Firli menegaskan bahwa KPK hanya akan menetapkan seseorang sebagai tersangka berdasarkan bukti yang cukup. Sebab, ujar dia, KPK memegang prinsip the sun rise and the sun set principle.
"Seketika seseorang menjadi tersangka maka harus segera diajukan ke persidangan peradilan," ucap Firli.
Selain itu, menurut dia, KPK juga bekerja dengan berpedoman kepada asas-asas pelaksanaan tugas KPK.
Pedoman itu di antaranya menjunjung tinggi kepastian hukum, keadilan, kepentingan umum, transparan, akuntabel, proporsionalitas, dan menjunjung tinggi Hak asasi manusia.
Baca juga: Soal Penanganan Dugaan Pelanggaran Etik Azis Syamsuddin, MKD Tunggu Putusan Pengadilan
Firli memastikan bahwa, lembaga yang dipimpinnya masih terus bekerja dan pada saatnya akan disampaikan penjelasan kepada publik.
"KPK berkomitmen melakukan pemberantasan korupsi dan tidak pernah berhenti sampai Indonesia bersih dari praktik-praktik korupsi," ujar dia.
"Siapa pun pelakunya, kami tidak pandang bulu jika cukup bukti, karena itu prinsip kerja KPK," tutur Firli.
Ia pun memahami keinginan masyarakat agar pemberantasan korupsi terkait kasus tersebut terus berjalan.
"KPK ingin memastikan bahwa semua informasi dari masyarakat, kami perhatikan, tentu kami pelajari dan dalami termasuk keterangan baik yang disampaikan lansung ke KPK maupun keterangan dan fakta-fakta di persidangan," ujar Firli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.