Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

Tanda-tanda Amendemen UUD 1945 dan Kekhawatiran soal Masa Jabatan Presiden

Kompas.com - 30/08/2021, 12:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di bulan Agustus 2021 ada sejumlah tanda yang menunjukkan upaya ke arah amendemen UUD 1945. Soal isinya belakangan kita bahas. Namun kejadiannya, mengerucut ke arah perubahan sejumlah pasal. Plus, ada survei yang mencengangkan.

Ini sebenarnya isu lama, bertahun-tahun tak terlaksana. Meskipun bagi Parlemen, ada kajian yang dijadikan dasar, yakni kebutuhan akan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Tapi pertanyaan akankah berhenti di sini: tidakkah akan membuka kotak pandora kepentingan yang lain, perpanjangan masa jabatan Presiden?

Program AIMAN, yang tayang setiap Senin pukul 20.00 di Kompas TV membahas tuntas soal ini.

Tanda demi tanda amendemen UUD 1945

Mari kita urai sejumlah tanda yang mengarah pada perubahan pasal UUD 1945 yang disebut akan dilakukan secara terbatas dan rigid. 

Wakil Ketua MPR Syarief Hasan menjelaskan kepada wartawan bahwa pertemuan membahas soal amendemen UUD 1945. Ia bertanya soal amendemen ini kepada Presiden.

MPR, kata Syarief, saat ini tengah membahas amendemen Undang-Undang Dasar 1945 tentang pokok-pokok haluan negara (PPHN).

Menurut dia, selama ini arah pembangunan negara sudah diatur lewat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Ada masukan untuk menempatkan PPHN ini ke dalam Undang-Undang Dasar 1945. Nah, jika pintu amanden dibuka, MPR sadar ada kemungkinan pembahasan akan melebar.

Misalnya, kata dia, ada pandangan agar amendemen sekaligus mengubah masa jabatan presiden, periodisasi presiden, hingga usulan menyejajarkan Dewan Perwakilan Daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Syarief lantas menanyakan sikap Presiden perihal itu.

"Kalau Presiden sendiri, saya tahu Pak Presiden tidak setuju, tapi itu kan beberapa tahun yang lalu. Nah, kalau sekarang bagaimana? Karena kan yang kami takutkan nanti melebar," ujarnya.

Menurut Syarief, Presiden menjawab bahwa amendemen adalah domain MPR. Presiden tidak mencampuri hal itu.

Tanda kedua adalah pernyataan resmi kenegaraan Ketua MPR Bambang Soesatyo yang disampaikan pada Sidang Tahunan MPR, 16 Agustus 2021 lalu.

Berikut pernyataan Ketua MPR:

"Untuk mewadahi PPHN dalam bentuk hukum ketetapan MPR sesuai dengan hasil kajian memerlukan perubahan undang-undang dasar. Oleh karenanya diperlukan perubahan secara terbatas terhadap undang-undang dasar tahun 1945 khususnya penambahan wewenang MPR untuk menetapkan PPHN."

Dalam pidatonya Ketua MPR Bambang Soesatyo menyampaikan bahwa pembahasan dipastikan tidak akan melebar ke soal masa jabatan presiden. Namun, tetap saja sejumlah pihak khawatir. 

Soal masa jabatan presiden, ada dua opsi yang selama in jadi wacana. Pertama, penambahan jabatan menjadi tiga Periode. Artinya, presiden bisa menjabat maksimal 3 periode dari sebelumnya hanya 2 Periode.

Opsi kedua, menambah masa jabatan Presiden menjadi 8 tahun. Itu berarti Pilres berikutnya akan digelar 2027, bukan 2024. Pada opsi ini sempat santer disebutkan, jabatan presiden hanya 1 periode saja.

Hasil survei yang mengejutkan

 

Sementara, ada survei yang mengejutkan soal masa jabatan presiden yang dilakukan Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC).

Dalam survei ini terpetakan, 74 Persen Publik menolak perpanjangan masa jabatan Presiden. Artinya, tetap dua periode saja, tidak diperlukan perubahan UUD 1945. Hanya 13 persen yang menyatakan bahwa jabatan presiden perlu diubah.

"Tujuh puluh empat persen mengatakan harus dipertahankan. Artinya ya udah itu saja, dan hanya memang dua kali aja dan masing-masing selama 5 tahun, harus dipertahankan. Yang menyatakan diubah 13 persen dan tidak tahu 13 persen," kata Direktur Komunikasi SMRC Ade Armando, Minggu (20/6/2021).

Hasil yang mengejutkan muncul ketika nama Presiden Jokowi dimunculkan pada pertanyaan yang sama. Angkanya langsung berubah.

Yang setuju Jokowi menjadi 3 Periode naik lebih dari 3 lipat menjadi 40,2 persen. Meski yang tidak setuju masih mayoritas, yakni 52,9 persen. Sisanya sebagian kecil menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

Angka 40 persen memang bukan angka yang kecil, bahkan angka yang sangat banyak jika merujuk pada jumlah pemilih di Indonesia yang total mencapai 190 juta orang.

Penelitian ini diklaim memiliki tingkat kepercayaan 96 persen dengan batas kesalahan 3,05 persen yang dilakukan pada akhir bulan Juni 2021 lalu.

Saat ini memang muncul pendukung perpanjangan masa Jabatan Presiden. Di antaranya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indo Barometer M. Qodari yang bergabung bersama relawan Jokowi-Prabowo alias Jokpro 2024 untuk Capres-Cawapres. Ada juga sejumlah politisi, di antaranya mantan Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono.

Sejumlah alasan dikemukakan di antaranya adalah soal meredam perpecahan, hingga pembangunan yang terhambat yang menyebabkan kinerja pemerintah tidak maksimal di tengah Pandemi Covid-19 ini.

Sejarah kelam puluhan tahun

Di sisi lain, anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyampaikan di Program AIMAN, usulan 3 periode ini sungguh merupakan ancaman bagi demokrasi.

"Jika bisa menjadi 3 periode, kenapa tidak, selanjutnya ditambah lagi jadi 4,5 dan seterusnya, artinya demokrasi kita mundur seperti dulu," ungkap Titi.

Pembatasan masa jabatan Presiden, tidak lain adalah untuk meminimalkan potensi penyalahgunaan kekuasaan, tambah Titi.

Kita jadi ingat pernyataan sejarawan Inggris Lord Acton di akhir abad ke-19 yang termasyhur itu.

"Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely." Kekuasaan cenderung disalahgunakan. Kekuasaan tanpa batas pasti disalahgunakan.

Kita pernah mengalami kekuasaan disalahgunakan selama puluhan tahun. Korupsi, kolusi, dan nepotisme merajalela. Mereka yang punya akses terhadap kekuasan bisa menjadi raja-raja kecil.

Kita tentu ingin suasana demokrasi saat ini yang dibangun dengan darah pada 1998 tidak kembali terpuruk ke situasi kelam masa lalu. 

Jangan. Dan semoga tidak akan pernah.

Saya Aiman Witjaksono.
Salam!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com