Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Tekan Biaya Produksi Budi Daya Ikan dengan Maggot, Penyuluh Perikanan Ini Dianugerahi Satyalancana

Kompas.com - 18/08/2021, 12:21 WIB
Dwi NH,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Penyuluh Perikanan Pertama pada Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Tegal dari Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Mahmud Efendi menerima tanda kehormatan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi).

Tanda kehormatan itu diberikan sebagai apresiasi terhadap jasa Mahmud Efendi dalam mengembangkan maggot atau larva Black Soldier Fly (BSF) sebagai pakan alternatif guna menekan biaya produksi budi daya ikan.

Pengembangan larva juga bermanfaat dalam mengelola limbah sampah dan limbah rumah tangga di masyarakat sebagai pakan maggot.

Adapun penghargaan itu diserahkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Sakti Wahyu Trenggono bersama beberapa pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KP) lainnya, termasuk dari BRSDM, Selasa (17/8/2021).

Baca juga: Jaga Kesehatan Laut, Menteri Trenggono Pastikan Perairan Indonesia Bebas Cantrang

"Kepada bapak dan ibu penerima Satyalancana pada hari ini, Selasa (17/8/2021), Anda merupakan ujung tombak terdepan Kementerian KP untuk hadir di tengah-tengah masyarakat kelautan dan perikanan dalam memberikan pelayanan yang terbaik," ujar Trenggono, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (18/8/2021).

Ia menilai, Mahmud berhasil memasyarakatkan dan mendampingi proses kloning budi daya maggot sebagai solusi pengolahan sampah dan penghasil pakan ikan alternatif yang ramah lingkungan.

Tidak hanya ramah lingkungan, lanjut Trenggono, maggot juga memiliki nilai produksi murah dan sederhana.

Bahkan, larva serangga bunga dari spesies Hermetia illucens ini diklaim memiliki kandungan protein lebih tinggi dari pakan pabrikan, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama di Kabupaten Temanggung.

Baca juga: Atasi Krisis Pangan Global, Ahli Sebut Larva dan Rumput Laut Bisa Jadi Sumber Makanan Sehat

Kementerian KP melalui BRSDM sendiri telah melakukan berbagai riset dan inovasi teknologi, budi daya, hingga implementasi dan pendampingan di masyarakat.

Salah satu upaya itu adalah inovasi budi daya maggot yang diproduksi melalui proses biokonversi.

Biokonversi merupakan proses mengubah bentuk dari produk yang kurang bernilai menjadi bernilai menggunakan agen biologi seperti serangga BSF.

Dua permasalahan di masyarakat

Pakan ikan merupakan komponen terbesar, yaitu sekitar 60 hingga 80 persen dalam kegiatan budi daya perikanan. Hal ini menjadi permasalahan bagi masyarakat pembudidaya ikan karena tingginya harga pakan komersial.

Tingginya harga pakan terjadi akibat kenaikan harga tepung ikan sehingga membuat biaya produksi budi daya ikan semakin meningkat.

Penggunaan maggot tidak hanya bermanfaat sebagai pakan alternatif. Namun, juga memberikan solusi dalam mengolah limbah sampah, terutama limbah rumah tangga yang terus-menerus dihasilkan setiap hari.

Limbah merupakan salah satu permasalahan lainnya di masyarakat yang harus diperhatikan guna menjaga lingkungan.

Baca juga: Siswa, Ketahui 6 Cara Mengolah Limbah Keras di Sekitar Rumah

Dengan memaksimalkan sampah dan limbah rumah tangga sebagai pakan maggot, maka kedua permasalahan di masyarakat dapat terselesaikan.

Pulihkan ekonomi lewat budi daya perikanan

Pembangunan budi daya perikanan merupakan salah satu landasan bagi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Jangka panjang yang dimaksud adalah untuk menghadapi berbagai tantangan, di antaranya pemenuhan kecukupan sumber protein pangan, peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan dan penyediaan lapangan kerja melalui optimalisasi sumber daya perikanan yang ada.

Berdasarkan tantangan dan masalah tersebut, maka penciptaan dan pengembangan teknologi budi daya perikanan yang partisipatif dan spesifik lokasi harus dilakukan.

Baca juga: Dorong Produktivitas Budidaya Perikanan di Pasaman, KKP Galakkan Program Pakan Mandiri

Untuk diketahui, pemilihan maggot sebagai bahan pakan alternatif bukan tanpa alasan.

Dalam kesempatan tersebut, Mahmud menjelaskan, maggot memiliki nilai gizi yang cukup baik dengan kadar protein 40-50 persen, serta mudah dibudi dayakan secara massal.

“Saya berharap keberadaan percontohan penyuluhan perikanan budi daya maggot BSF dapat memberikan dampak yang positif terhadap adopsi dan penerapan teknologi pemeliharaannya,” katanya.

Dalam pelaksanaan percontohan tersebut, lanjut Mahmud, dilakukan secara partisipatif dengan memposisikan para pembudidaya ikan sebagai subjek.

Baca juga: Omzet Menjanjikan, Ini Tips Budidaya Ikan Arwana ala Dosen Unair

Dengan demikian, teknologi yang dihasilkan betul–betul sesuai keinginan pada sasaran penyuluhan.

“Sehingga sasaran bisa mengatasi permasalahan yang ada, baik permasalahan sosial maupun teknis dengan tetap dilakukan pendampingan,” ucap Mahmud.

Begitu pula teknologi tersebut akan bisa diterima dengan baik, karena memiliki spesifik lokasi dan mampu menyesuaikan kondisi yang ada di sekitar percontohan.

Pada kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BRSDM Kusdiantoro mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya dalam rangka mendukung tiga terobosan sebagai prioritas utama Kementerian KP 2021-2024.

Baca juga: Lewat Teaching Factory, Kementerian KP Cetak Wirausaha Muda di Kampus Vokasi

“Pertama, peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sumber daya alam (SDA) perikanan tangkap untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan,” ujarnya.

Kedua, lanjut Kusdiantoro, pengembangan perikanan budi daya untuk peningkatan ekspor.

Ketiga, pembangunan kampung-kampung perikanan budi daya air tawar, air payau dan air laut berbasis kearifan lokal.

Kendala budi daya ikan air tawar di Temanggung

Terkait budi daya air tawar di Temanggung, Mahmud mengatakan, telah terjadi peningkatan dari tahun ke tahun.

“Namun kendala utama adalah biaya produksi pakan tinggi karena suhu di Temanggung termasuk sejuk, sehingga membutuhkan waktu budi daya ikan lebih lama daripada waktu budi daya di tempat dataran rendah,” imbuhnya.

Tak hanya itu, Mahmud mengaku, kondisi tempat pembuangan akhir (TPA) di Temanggung saat ini sudah hampir penuh dengan keterisian lebih dari 90 persen.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, TPA direncanakan memiliki daya tampung sebanyak 1.447.400 meter kubik. Sementara itu, volume sampah mencapai 220 meter kubik per hari.

Baca juga: Kado Spesial untuk Indonesia, Tiga TPA Sampah Selesai Dibangun

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Temanggung sendiri telah mengupayakan berbagai program alternatif pengelolaan sampah.

Adapun program itu, seperti Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R), Bank Sampah, Tempat Pengolahan Sampah Desa (TPSD), dan Temanggung Bebas Sampah.

“Persoalan sampah sudah sangat mengkhawatirkan, sehingga harus dilakukan tindakan-tindakan pengelolaan yang baik. Adapun upaya perluasan TPA akan dilakukan pada lahan seluas 1,5 hektar (ha),” ucap Mahmud.

Untuk lokasi perluasan TPA, sebut dia, direncanakan mampu menampung sekitar 950.000 meter kubik sampah.

Baca juga: Warga Keluhkan Bau dari TPA Cipeucang, Pengelola Sebut akibat Pemadatan Tumpukan Sampah

Mengatasi permasalahan sampah

Dengan permasalahan sampah tersebut, telah diambil langkah koordinasi dengan pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk menjadikan budi daya maggot BSF sebagai salah satu solusi mengatasi permasalahan sampah.

Utamanya, permasalahan sampah di TPS 3R, Bank Sampah, TPSD yang ada di Temanggung.

Sejauh ini, Mahmud menyatakan, pihaknya bersama DLH dan para stakeholder telah melakukan survei ke beberapa Bank Sampah. Tujuannya untuk melihat potensi limbah sampah organik yang selama ini belum banyak dilirik.

Baca juga: Pemkab Bekasi Optimistis Kurangi Sampah hingga 30 Persen lewat Bank Sampah

“Sampah dan limbah rumah tangga tersebut bisa menjadi alternatif pakan bagi Maggot BSF. Hal ini sekaligus bisa menjadi solusi permasalahan sampah yang ada baik di perkotaan maupun di pedesaan,” imbuhnya.

Tak hanya itu, kata Mahmud, masyarakat desa juga bisa diberdayakan sejak hulu sampai hilir untuk mengolah sampah rumah tangga dengan pemanfaatan budi daya Maggot BSF.

“Dengan demikian, permasalahan sampah tak akan menjadi masalah lagi. Justru bisa menjadi berkah bagi semua orang dengan menjadikan budi daya maggot BSF sebagai alternatif usaha untuk pemberdayaan dan peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan,” ujarnya.

Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Temanggung 2019, Mahmud menjelaskan, produksi ikan konsumsi lele sekitar 4.210,74 ton, ikan nila 4.009,23 ton, dan ikan mas 4.126,5 ton. Adapun total produksi ikan mencapai 12.346,22 ton.

Sementara itu, estimasi kebutuhan pakan pabrikan untuk ikan konsumsi dengan food convertion ratio (FCR) 1,5 adalah 18.599,23 ton.

“Sedangkan estimasi biaya pakan Rp 222,23 miliar dan apabila pakan diganti 50 persen oleh maggot BSF maka dapat menghemat estimasi biaya sekitar Rp 111 miliar,” ujar Mahmud.

Baca juga: Kurangi Sampah, Pemkot Depok Gunakan Ulat Maggot

“Oleh karenanya maggot BSF bisa menjadi solusi sebagai pakan alternatif untuk ikan dengan harga murah. Hal ini sekaligus menjadi alternatif solusi dalam mengolah sampah yang dianggap masalah berubah membawa berkah,” ucap Mahmud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Nasional
Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Nasional
Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Nasional
Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Nasional
Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Nasional
KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

Nasional
Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Nasional
Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Nasional
Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com