Terkait budi daya air tawar di Temanggung, Mahmud mengatakan, telah terjadi peningkatan dari tahun ke tahun.
“Namun kendala utama adalah biaya produksi pakan tinggi karena suhu di Temanggung termasuk sejuk, sehingga membutuhkan waktu budi daya ikan lebih lama daripada waktu budi daya di tempat dataran rendah,” imbuhnya.
Tak hanya itu, Mahmud mengaku, kondisi tempat pembuangan akhir (TPA) di Temanggung saat ini sudah hampir penuh dengan keterisian lebih dari 90 persen.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, TPA direncanakan memiliki daya tampung sebanyak 1.447.400 meter kubik. Sementara itu, volume sampah mencapai 220 meter kubik per hari.
Baca juga: Kado Spesial untuk Indonesia, Tiga TPA Sampah Selesai Dibangun
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Temanggung sendiri telah mengupayakan berbagai program alternatif pengelolaan sampah.
Adapun program itu, seperti Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R), Bank Sampah, Tempat Pengolahan Sampah Desa (TPSD), dan Temanggung Bebas Sampah.
“Persoalan sampah sudah sangat mengkhawatirkan, sehingga harus dilakukan tindakan-tindakan pengelolaan yang baik. Adapun upaya perluasan TPA akan dilakukan pada lahan seluas 1,5 hektar (ha),” ucap Mahmud.
Untuk lokasi perluasan TPA, sebut dia, direncanakan mampu menampung sekitar 950.000 meter kubik sampah.
Baca juga: Warga Keluhkan Bau dari TPA Cipeucang, Pengelola Sebut akibat Pemadatan Tumpukan Sampah
Dengan permasalahan sampah tersebut, telah diambil langkah koordinasi dengan pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk menjadikan budi daya maggot BSF sebagai salah satu solusi mengatasi permasalahan sampah.
Utamanya, permasalahan sampah di TPS 3R, Bank Sampah, TPSD yang ada di Temanggung.
Sejauh ini, Mahmud menyatakan, pihaknya bersama DLH dan para stakeholder telah melakukan survei ke beberapa Bank Sampah. Tujuannya untuk melihat potensi limbah sampah organik yang selama ini belum banyak dilirik.
Baca juga: Pemkab Bekasi Optimistis Kurangi Sampah hingga 30 Persen lewat Bank Sampah
“Sampah dan limbah rumah tangga tersebut bisa menjadi alternatif pakan bagi Maggot BSF. Hal ini sekaligus bisa menjadi solusi permasalahan sampah yang ada baik di perkotaan maupun di pedesaan,” imbuhnya.
Tak hanya itu, kata Mahmud, masyarakat desa juga bisa diberdayakan sejak hulu sampai hilir untuk mengolah sampah rumah tangga dengan pemanfaatan budi daya Maggot BSF.
“Dengan demikian, permasalahan sampah tak akan menjadi masalah lagi. Justru bisa menjadi berkah bagi semua orang dengan menjadikan budi daya maggot BSF sebagai alternatif usaha untuk pemberdayaan dan peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan,” ujarnya.
Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Temanggung 2019, Mahmud menjelaskan, produksi ikan konsumsi lele sekitar 4.210,74 ton, ikan nila 4.009,23 ton, dan ikan mas 4.126,5 ton. Adapun total produksi ikan mencapai 12.346,22 ton.
Sementara itu, estimasi kebutuhan pakan pabrikan untuk ikan konsumsi dengan food convertion ratio (FCR) 1,5 adalah 18.599,23 ton.
“Sedangkan estimasi biaya pakan Rp 222,23 miliar dan apabila pakan diganti 50 persen oleh maggot BSF maka dapat menghemat estimasi biaya sekitar Rp 111 miliar,” ujar Mahmud.
Baca juga: Kurangi Sampah, Pemkot Depok Gunakan Ulat Maggot
“Oleh karenanya maggot BSF bisa menjadi solusi sebagai pakan alternatif untuk ikan dengan harga murah. Hal ini sekaligus menjadi alternatif solusi dalam mengolah sampah yang dianggap masalah berubah membawa berkah,” ucap Mahmud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.