Masalah hukum yang kemudian muncul, ialah, bagaimana bila Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) parpol bertentangan dengan misi dan tujuan parpol seperti yang diatur dalam perundang-undangan kita?
Di situlah masalahanya karena peraturan perundang-undangan kita luput menjangkau masalah ini.
Hukum positif kita mengenai parpol hanya mengharuskan bahwa AD/ART sebuah parpol memuat visi dan misi, azas dan ciri, nama, lambing, tanda gambar, kepengurusan dan mekanisme pemberhentian anggota.
Tak ada satu pun perintah dan kewajiban bagi parpol agar AD/ART mereka sejalan dengan tujuan parpol yang dimandatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Di saat yang berbarengan, AD/ART adalah hukum yang mengatur secara internal parpol dan menjadi peraturan dasar parpol. Malah, anggota parpol bisa diberhentikan karena melanggar AD/ART.
Apa yang terjadi bila AD/ART parpol mengatur tentang mekanisme pengambilan keputusan yang mengkultuskan orang tertentu karena faktor sejarah, ideologi, atau pun alasan lain, melalui struktur organisasi sehingga proses pengambilan keputusan tidak demokratis?
Ini kan sudah tidak sejalan dengan tujuan parpol untuk menegakkan demokrasi, sesuai perintah peraturan perundang-undangan.
Kita sudah pernah mengalami bagaimana, misalnya, Soeharto sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar, bisa menganulir hasil Munas Golkar.
Ini jelas diatur dalam AD/ART partai tersebut. Apakah pengalaman otoritarisme ini masih harus diulang lagi?
Orang-orang yang antidemokrasi bisa saja memanfaatkan instrumen AD/ART untuk membenarkan ahlak anti demokrasi mereka. Itu sah secara internal, tetapi illegal secara hukum positif.
Hukum positip kita yang mengatur tentang parpol, sama sekali tidak menjangkau kasus-kasus seperti ini.
Bila kandungan AD/ART yang tidak sejalan dengan tujuan parpol tersebut diuji di Mahkamah Agung (MA), bisa saja MA menolaknya dengan alasan, AD/ART parpol adalah urusan internal parpol yang tidak boleh dicampuri negara.
Lagi pula, secara hukum, yang boleh diuji di MA hanyalah peraturan yang dibuat oleh badan negara, yang dianggap bertentangan dengan undang-undang. AD/ART sebuah parpol bukan produk badan negara.
Alur pikir seperti di atas, mestinya diketepikan dengan alasan, undang-undang tentang partai politik sudah sangat jelas mewajibkan tiap parpol untuk membawa misi suci, menegakkan demokrasi.
Marwah dan nilai ini yang harus dijaga oleh MA sebagai the guardian of justice.