Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Lengkap Sudah Pembangkangan yang Dilakukan Pimpinan KPK

Kompas.com - 06/08/2021, 12:56 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik sikap keberatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI terkait tes wawasan kebangsaan (TWK).

Berdasarkan 13 poin keberatan, KPK menolak untuk melakukan tindakan korektif atas temuaan malaadministrasi proses alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai sikap tersebut menunjukkan arogansi pimpinan KPK.

"Bagi ICW lengkap sudah pembangkangan yang dilakukan oleh Pimpinan KPK, mulai dari menyampingkan putusan Mahkamah Konstitusi, mengabaikan arahan Presiden Joko Widodo, hingga menganulir temuan Ombudsman," ujar Kurnia, dalam keterangan tertulis, Jumat (6/8/2021).

Baca juga: KPK Keberatan Menindaklanjuti Tindakan Korektif atas Malaadministrasi TWK

Menurut Kurnia, sikap KPK tersebut telah diprediksi. Sebab, KPK tetap menyelenggarakan diklat bela negara dan wawasan kebangsaan terhadap 18 pegawai yang sebelumnya dinyatakan tidak lolos TWK.

Sementara, Ombudsman menemukan malaadministrasi dalam proses pengalihan status pegawai.

"Gelagat itu memang sudah tampak, salah satunya saat Pimpinan KPK melepas 18 pegawai untuk mengikuti diklat bela negara dan wawasan kebangsaan," tutur Kurnia.

Kurnia pun mendorong Ombudsman untuk segera mengeluarkan rekomendasi untuk disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.

"Selain itu Presiden pun harus segera bersikap dengan melantik 75 pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara," pungkas dia.

Baca juga: 13 Poin Keberatan KPK atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan Ombudsman Terkait Alih Status Pegawai

Adapun sikap keberatan disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers, Kamis (5/8/2021).

Beberapa poin keberatan itu antara lain, KPK berpandangan Ombudsman melanggar hukum karena melakukan pemeriksaan terhadap materi yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung (MA), yakni Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 tahun 2021.

KPK juga berpandangan, para pelapor yakni perwakilan pegawai KPK, tidak memiliki hak untuk melaporkan penyelenggaraan TWK.

Ghufron mengatakan, peraturan alih status pegawai KPK, pelaksanaan dan penetapan hasil TWK bukan perkara pelayanan publik.

Selain itu terkait dengan kontrak backdate, Ghufron menyampaikan bahwa hal itu tidak memiliki konsekuensi hukum dengan keabsahan TWK dan hasilnya.

Malaadministrasi berlapis

Dalam konferensi pers, Rabu (21/7/2021) anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menyampaikan beberapa temuan, antara lain maladministrasi yang dilakukan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) karena melakukan kontrak backdate.

Kontrak backdate dilakukan dengan menuliskan tanggal mundur yang tidak sesuai dengan tanggal penandatanganan kontrak.

Nota kesepahaman ditandatangani 8 April 2021, sedangkan kontrak swakelola 20 April 2021. Namun, tanggal penandatanganan itu diganti untuk menunjukkan seolah dua surat tersebut telah ditandatangani 3 bulan sebelumnya, yaitu 27 Januari 2021.

Baca juga: Menanti Tindakan Korektif Pimpinan KPK atas Malaadministrasi TWK

 

Sehingga, pelaksanaan TWK pada 9 Maret 2021 dilaksanakan tanpa adanya dua surat kontrak tersebut.

"Ini penyimpangan prosedur yang buat kami cukup serius, baik dalam tata kelola suatu lembaga dan terkait masalah hukum," ucap Endi.

Kemudian, keputusan KPK terkait penonaktifan 75 pegawai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Pembebastugasan 75 pegawai yang dinyatakan tak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) itu tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021.

SK tersebut ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada 7 Mei 2021.

Berdasarkan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), MK menyatakan pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak boleh merugikan hak pegawai KPK.

Kemudian, MK mengatakan, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi dan dedikasinya dalam pemberantasan korupsi tidak diragukan.

Baca juga: Ombudsman: SK Penonaktifan Pegawai KPK Bertentangan dengan Putusan MK

Selain itu, Endi menuturkan, KPK juga telah mengabaikan pernyataan Presiden Joko Widodo terkait pelaksanaan TWK. Pada Senin (17/5/2021), Jokowi meminta alih status kepegawaian tidak merugikan hak pegawai KPK.

Kepala Negara juga meminta hasil TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes. Namun, SK tersebut tidak juga dibatalkan.

Bahkan KPK akan memberhentikan 51 pegawai karena tidak lolos TWK. Sedangkan, 24 pegawai akan mendapat pendidikan wawasan kebangsaan agar bisa menjadi ASN.

Keputusan ini diambil dalam rapat koordinasi KPK dengan lima lembaga lain pada 25 Mei 2021.

Kelima lembaga itu yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

"Bentuk pengabaian KPK sebagai lembaga negara yang masuk dalam rumpun kuasa eksekutif terhadap penyataan Presiden," kata Endi.

Baca juga: Ombudsman: KPK Abaikan Pernyataan Presiden Jokowi soal TWK

Bentuk malaadministrasi lainnya yakni terkait Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 tahun 2021.

Sebab, Endi menuturkan, dalam Perkom tersebut tidak tercantum konsekuensi yang mesti ditanggung pegawai yang tidak lolos TWK.

Padahal, peraturan itu menjadi salah satu dasar hukum pelaksanaan TWK. "Tidak diatur konsekuensi tersebut (TWK) dalam peraturan KPK," ucapnya.

Tindakan korektif

Terkait temuan itu, Ombudsman memberikan empat catatan atau tindakan korektif terkait temuan malaadaministrasi.

Pertama, KPK memberikan penjelasan kepada pegawai KPK perihal konsekuensi pelaksanaan TWK dan hasilnya dalam bentuk informasi atau dokumen sah.

Baca juga: 4 Catatan untuk KPK Terkait Malaadministrasi Kebijakan Alih Status Pegawai

Kedua, pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat diberikan kesempatan untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan.

Ketiga, hasil TWK hendaknya menjadi bahan masukan untuk langkah-langkah perbaikan, tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat.

Keempat, 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dialihkan statusnya menjadi pegawai ASN sebelum 30 Oktober 2019.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com