Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Sariamin Ismail, Pujangga Perempuan Pertama Indonesia Pemilik Banyak Nama Samaran yang Jadi Google Doodle 31 Juli 2021

Kompas.com - 31/07/2021, 19:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SOSOK perempuan dalam balutan baju Minang menjadi Google Doodle edisi 31 Juli 2021. Keterangan yang dipasang berbunyi, “Ulang Tahun ke-112 Sariamin Ismail”. Siapakah dia?

Sariamin lahir dengan nama Basariah pada 31 Juli 1909. Karena sering sakit, namanya dianggap tidak cocok. Jadilah nama Sriamin.

Semasa sekolah, nama Sriamin suka jadi bahan olok-olok teman-temannya. Potongan nama “Sri” dianggap berbau bangsawan.

Dari olok-olok itu, dia mengubah namanya menjadi Sariamin. Di masa sekolah yang sama, dia mendapatkan tambahan nama panggilan Mince.

Adapun Ismail adalah nama suaminya, seorang pengacara, yang dia kenal setelah pindah ke Pekanbaru pada 1949.

Perempuan kelahiran Desa Sinurut, Kecamatan Talu, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat ini kemudian dikenal dengan banyak nama. Ini terutama terkait dengan aktivitasnya sebagai penulis.

Sariamin antara lain dikenal dengan nama Ibu Sejati, Sri Gunung, Sri Tanjung, Sri Gunting, Sri Kejut, Gelinggang, Bundo Kandung, Mande Rabiah, Dahlia, Kak Sarinah, Saleguri, dan Selasih. Nama terakhir adalah yang paling terkenal.

Nama Selasih menjadi paling terkenal bagi Sariamin Ismail karena dipakai untuk dua karyanya yang paling monumental, yaitu roman Kalau Tak Untung (1933) dan Pengaruh Keadaan (1937).

Nama samaran berikutnya dari Sariamin yang cukup dikenal adalah Seliguri. Selasih dan Seleguri dipakai untuk cerita sastra.

Di harian Kompas edisi 15 September 1972, Sariamin mengungkap arti kedua nama itu.

Dia menyebut selasih dan seliguri adalah nama kembang berwarna kuning yang biasa tumbuh di tepi jalan tetapi terus sanggup hidup. Bedanya, selasih berbau harum sementara seleguri tidak.

ARSIP KOMPAS Tulisan tentang Sariamin Ismail di harian Kompas edisi 15 September 1972

Adapun untuk tulisan-tulisan di media massa, seperti penuturannya yang dimuat harian Kompas edisi 10 Juni 1978, Sariamin mengaku lebih suka memakai nama Cucu Rabridranath atau Ibu Sejati.

Seperti dikutip harian Kompas edisi 29 Maret 1990 Ada kisah menarik dari roman Kalau tak Untung yang memakai nama samara untuk penulisnya itu.

"Begitu Min. Jadilah seperti Selasih, seorang gadis yang mampu menulis roman Kalau tak Untung. Tidak seperti engkau, hanya mengarang di dalam buku harian," tutur Sariamin saat diwawancara harian Kompas, tentang komentar temannya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com