Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Sariamin Ismail, Pujangga Perempuan Pertama Indonesia Pemilik Banyak Nama Samaran yang Jadi Google Doodle 31 Juli 2021

Kompas.com - 31/07/2021, 19:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Komentar itu datang tak lama setelah roman Kalau tak Untung diterbitkan Balai Pustaka di Batavia, nama lama Jakarta pada 1933.

Sariamin bertutur, saat itu dia hanya diam. Komentar tersebut datang saat dia bersama sejumlah teman sedang mendengarkan siaran radio di rumah Cik Nuraimah, guru mereka ketika di Meisjes Normaal School, Padangpanjang, Sumatera Barat.

Meisjes Normaal School adalah sekolah guru perempuan. Selepas dari sekolah ini, Sariamin sempat menjadi guru di Bengkulu, lalu Talukkuantan di Riau, dan terakhir berlabuh di Pekanbaru hingga dia meninggal.

Radio yang mengundang komentar sang kawan, waktu itu tengah mengudara dengan topik sastra yang membahas roman karya Sariamin.

"Saat itu Ibu hanya berdiam diri, tetapi sangat bahagia. Roman Ibu ternyata diterima baik. Mereka tidak mengetahui bahwa Selasih adalah nama samaran Ibu," tutur Sariamin.

Karya-karya Sariamin beragam, mulai dari drama, roman, bahkan buku tata bahasa dan sastra. Sibuk dengan aneka aktivitas saat di Pekanbaru, Sariamin sempat mandek berkarya.

Hingga, pada medio 1980-an, dia disambangi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Daoed Joesoef. Dia diminta menulis lagi dan mendapat janji setiap tulisannya akan diterbitkan.

Pada kurun 1981-1986, Sariamin menghasilkan 21 buku fiksi dan Kamus Minangkabau. Satu dari dua putri Sariamin, Nafirion, bahkan menyebut ibunya masih aktif menulis hingga 1993.

Dalam tulisan harian Kompas edisi 11 Januari 1981, Sariamin mengungkap latar belakang banyaknya nama samaran yang dia punya. Ternyata, setiap kali dia pindah domisili maka nama samarannya pun berganti.

ARSIP KOMPAS Tulisan tentang Sariamin Ismail di harian Kompas edisi 11 Januari 1981

Alasan berikutnya adalah keamanan. Tulisan-tulisannya kerap dianggap pedas oleh penguasa colonial Belanda.

Seperti dituturkan Sariamin dalam tulisan di harian Kompas edisi 29 Maret 1990, koran-koran tempat tulisannya kerap dimuat sudah rutin kena denda 35-60 gulden karena menolak mengungkap identitas Sariamin yang tulisannya tayang menggunakan nama samaran.

Buat gambaran nilai uang pada saat itu, di harian Kompas edisi 15 September 1972, Sariamin bercerita tentang honornya menulis roman Kalau Tak Untung. Dia mendapat bayaran 500 gulden, yang dia sebut saat itu bisa untuk membeli 20 ton beras.

Sariamin meninggal tanpa didahului sakit pada Jumat pagi, 15 Desember 1995. Duka datang dari banyak kalangan, termasuk budayawan dan pegiat film seperti mendiang Soeman Hasibuan-lebih dikenal sebagai Soeman Hs-dan Jajang C Noer.

Ketika banyak perempuan—tak hanya di Indonesia—masih sulit berkiprah apalagi mendaku eksistensi, Sariamin membuktikan diri dengan karya-karya besar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Nasional
Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Nasional
Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi 'Online' Pekan Depan

Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi "Online" Pekan Depan

Nasional
Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Nasional
Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Nasional
Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Nasional
Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Nasional
Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Nasional
Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Nasional
Kubu Prabowo Anggap 'Amicus Curiae' Sengketa Pilpres sebagai Bentuk Intervensi kepada MK

Kubu Prabowo Anggap "Amicus Curiae" Sengketa Pilpres sebagai Bentuk Intervensi kepada MK

Nasional
Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Nasional
Ajukan 'Amicus Curiae', Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Ajukan "Amicus Curiae", Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com