Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Nadiem soal Asesmen Nasional, Pimpinan Komisi X: Pertanyaan Survei Politis dan Bernuansa SARA

Kompas.com - 28/07/2021, 18:24 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih mendesak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim meninjau ulang survei lingkungan belajar kepada guru dan kepala sekolah sebagai bagian dari program asesmen nasional (AN).

Menurut Fikri, survei tersebut lebih bermuatan politis dan SARA.

"Alih-alih memberi gambaran lengkap terhadap kondisi lingkungan belajar terhadap peserta didik kita, survei ini malah seperti survei jelang pilpres," kata Fikri dalam keterangannya, Rabu (28/7/2021).

Hal tersebut disampaikan Fikri untuk menanggapi keluhan para partisipan survei, antara lain guru dan kepala sekolah yang mengikuti survei lingkungan belajar yang digelar Kemendikbud-Ristek beberapa waktu belakangan ini. 

Baca juga: Kemendikbud Ristek Tegaskan Asesmen Nasional Tak Digunakan untuk Menilai Individu Murid

Menurut Fikri, berdasarkan keluhan para partisipan survei, pertanyaan-pertanyaan yang diberikan menjurus ke arah politik dan SARA.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut mengungkapkan beberapa pertanyaan di kuesioner dalam survei tersebut, misalnya "Saya lebih senang jika sekolah dipimpin oleh orang dengan agama/kepercayaan yang sama dengan saya?".

Ada pula pertanyaan yang berbunyi "Presiden lebih baik dijabat seorang laki-laki daripada perempuan?".

"Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak relevan dengan tujuan diadakannya survei sebagai bagian dari Asesmen Nasional, namun lebih mirip kuesioner pilpres," kata dia.

Fikri mengatakan bahwa AN merupakan program evaluasi sistem pendidikan yang baru, menggantikan Ujian Nasional yang telah dihapus.

Adapun AN versi Mendikbud-Ristek, kata dia, meliputi tiga komponen yakni asesmen kompetensi minimum (AKM) literasi dan numerasi, survei karakter, dan survei lingkungan belajar.

Baca juga: Kemendikbud Ristek: Pelaksanaan Asesmen Nasional Disesuaikan Kondisi Pandemi

Fikri menyinggung soal dasar hukum penyelenggaraan AN yakni Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang disebut sudah ditarik agar direvisi.

"PP 57/2021 ini krusial karena menjadi dasar hukum untuk penyelenggaraan Asesmen Nasional. Mas Nadiem sendiri yang bilang mau diajukan revisi," ucap Fikri.

Atas hal tersebut, Fikri berpendapat, apabila dasar hukumnya masih dalam proses, semua proses pelaksanaan AN akan bermasalah.

Oleh karena itu, dia meminta agar revisi PP 57 Tahun 2021 juga melibatkan para pemangku kepentingan pendidikan agar tidak terulang lagi masalah seperti sebelumnya.

"PP 57/2021 dinilai tidak menghormati dasar negara sebagai alat pemersatu bangsa. PP tersebut tidak memuat mata pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib di semua jenjang pendidikan," tutur Fikri.

Baca juga: Asesmen Nasional Tak Tentukan Kelulusan, Mendikbud: Tak Perlu sampai Bimbel

Ia mengingatkan, asesmen nasional merupakan program baru pengganti Ujian Nasional.

Gagasan itu, kata dia, awalnya digadang-gadang sebagai terobosan Mendikbud Nadiem dan disambut suka cita publik.

"Program perintis ini jangan sampai carut marut di awal kelahirannya sehingga mengurangi kepercayaan publik terhadap pemerintah lagi," ucap dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com