Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/07/2021, 21:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan hasil pemeriksaan Dewan Pengawas (Dewas) yang menyatakan bahwa dugaan pelanggaran etik pimpinan KPK terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak memiliki bukti yang cukup.

Adapun pelaporan terhadap semua pimpinan KPK itu dilayangkan perwakilan 75 pegawai KPK yang tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan.

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan bahwa, Dewas telah memeriksa pihak-pihak yang diyakini mengetahui informasi dan fakta yang diperlukan untuk mengumpulkan bukti atas pengaduan tersebut.

"Dari hasil pemeriksaan tersebut, Dewas menegaskan bahwa dalam proses dan pelaksanaan TWK tidak ada unsur kode etik yang dilanggar," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Selasa (27/7/2021).

Baca juga: Putusan Dewas Dinilai Janggal, Pimpinan KPK Diminta Tindak Lanjuti Temuan Ombudsman

Ali menyebutkan bahwa, para terperiksa itu terdiri dari 5 orang pimpinan KPK sebagai pihak terlapor, 3 orang dari pihak pelapor, 3 orang dari pihak internal KPK, dan 5 orang dari pihak eksternal.

Ia menyebut, para terperiksa itu telah menyampaikan informasi yang mereka ketahui secara lengkap kepada Dewan pengawas.

"Selain itu, Dewas juga memeriksa dokumen dan rekaman yang memuat 42 bukti," ucap Ali.

Dengan pemeriksaan tersebut, Ali mengatakan, Dewas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan bahwa 7 poin pengaduan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku dimaksud tidak memiliki kecukupan bukti.

Atas dasar ketidakcukupan bukti tersebut, lanjut dia, Dewan pengawas tidak melanjutkan laporan tersebut ke sidang etik.

Baca juga: Albertina Ho Bantah Tudingan Terlibat Dalam Pembuatan SK Terkait TWK Pegawai KPK

Menurut Ali, Dewas terbuka terhadap semua pihak yang mengetahui atau memiliki informasi adanya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang dilakukan insan KPK untuk menyampaikan pengaduannya.

"Dewas berkomitmen untuk melakukan pengawasan terhadap insan KPK secara profesional dan transparan," ucap Ali.

"Tentu dalam rangka memastikan agar pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi di lembaga ini taat azas dan peraturan, serta mengedepankan nilai-nilai etik dan pedoman perilaku insan KPK," tutur dia.

Sebelumnya diberitakan, Dewan Pengawas KPK tidak melanjutkan dugaan pelanggaran etik terhadap lima pimpinan KPK ke persidangan.

Baca juga: Dewan Pengawas KPK Nyatakan Firli Bahuri Tak Tambahkan Pasal tentang TWK

Berdasarkan hasil pemeriksaan, Dewas menilai, dugaan pelanggaran etik tersebut tidak cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik.

"Dewan Pengawas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan seluruh dugaan pelanggaran kode etik, dan pedoman perilaku yang diduga dilakukan oleh pimpinan KPK, sebagaimana disampaikan dalam surat pengaduan kepada Dewas tidak cukup bukti, sehingga tidak memenuhinya syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi pers, Jumat (23/7/2021).

Selain itu, Dewas pun tidak menemukan bukti pimpinan KPK tidak memberitahu konsekuensi gagal dalam pelaksanaan TWK.

Berdasarkan temuan Dewas, pimpinan KPK sudah menyosialisasikan kepada pegawai tentang TWK dan konsekuensinya.

Adapun dalam pemeriksaan tersebut, setidaknya, ada 42 bukti rekaman dan dokumen yang didalami Dewan Pengawas.

Baca juga: Pegawai Pertanyakan Putusan Dewas soal Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan KPK

Dewas juga telah memeriksa terlapor, pelapor, perwakilan Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kemenpan RB, dan Kemenkum HAM.

Untuk diketahui, semua pimpinan KPK dilaporkan perwakilan 75 pegawai yang gagal dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) ke Dewan Pengawas.

Pimpinan KPK diduga melakukan tiga pelanggaran etik. Pertama, dinilai tidak jujur saat sosialisasi dari TWK.

Kedua, diduga mendukung adanya soal yang berbau pornografi dalam TWK dan terakhir, diduga bertindak sewenang-wenang dalam membebastugaskan para pegawai.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Jokowi Sebut Logo 'Pohon Hayat' Jadi Identitas Visual IKN

Jokowi Sebut Logo "Pohon Hayat" Jadi Identitas Visual IKN

Nasional
 Posisi MK yang Kian Terkunci untuk Tolak Proporsional Tertutup

Posisi MK yang Kian Terkunci untuk Tolak Proporsional Tertutup

Nasional
Hari Ini, Nindy Ayunda Kembali Diperiksa Terkait Kasus yang Menjerat Dito Mahendra

Hari Ini, Nindy Ayunda Kembali Diperiksa Terkait Kasus yang Menjerat Dito Mahendra

Nasional
Sri Mulyani Laporkan 6 Kandidat Dewan Komisioner OJK ke Jokowi

Sri Mulyani Laporkan 6 Kandidat Dewan Komisioner OJK ke Jokowi

Nasional
Baru 4 Hari di Rutan Cipinang, Mario Dandy Dipindah ke Lapas Salemba

Baru 4 Hari di Rutan Cipinang, Mario Dandy Dipindah ke Lapas Salemba

Nasional
Gugatan Praperadilan soal Penyidikan Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri Diputus Hari Ini

Gugatan Praperadilan soal Penyidikan Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri Diputus Hari Ini

Nasional
Setiap Hari Ada Korban Perdagangan Orang Meninggal, Jokowi Minta Tak Ada 'Backing-mem-backing'

Setiap Hari Ada Korban Perdagangan Orang Meninggal, Jokowi Minta Tak Ada "Backing-mem-backing"

Nasional
Cawe-cawe Jokowi dan Harapan untuk Pemilu Demokratis, Bukan demi Politik Praktis

Cawe-cawe Jokowi dan Harapan untuk Pemilu Demokratis, Bukan demi Politik Praktis

Nasional
Masyarakat Sipil Minta MK Tegur KPU soal Aturan Eks Terpidana Jadi Caleg

Masyarakat Sipil Minta MK Tegur KPU soal Aturan Eks Terpidana Jadi Caleg

Nasional
Profil Denny Indrayana, Pakar Hukum yang 'Ribut' soal Anies Bakal Dijegal dan Isu Putusan MK

Profil Denny Indrayana, Pakar Hukum yang "Ribut" soal Anies Bakal Dijegal dan Isu Putusan MK

Nasional
Menyoal 'Cawe-cawe' Presiden Jokowi

Menyoal "Cawe-cawe" Presiden Jokowi

Nasional
Presiden PKS Ingatkan Kadernya untuk Mundur jika Langgar Etika dan Hukum

Presiden PKS Ingatkan Kadernya untuk Mundur jika Langgar Etika dan Hukum

Nasional
Masa Jabatan Pimpinan KPK Berubah, Johan Budi Nilai UU KPK Perlu Direvisi

Masa Jabatan Pimpinan KPK Berubah, Johan Budi Nilai UU KPK Perlu Direvisi

Nasional
AHY, Khofifah, Aher Jadi Kandidat Utama Cawapres Anies, PKS: Terbuka Kemungkinan Muncul Nama Kejutan

AHY, Khofifah, Aher Jadi Kandidat Utama Cawapres Anies, PKS: Terbuka Kemungkinan Muncul Nama Kejutan

Nasional
 [POPULER NASIONAL] PDI-P Siapkan 10 Nama Cawapres untuk Ganjar | Pengakuan Tersangka Korupsi BTS

[POPULER NASIONAL] PDI-P Siapkan 10 Nama Cawapres untuk Ganjar | Pengakuan Tersangka Korupsi BTS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com