Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/07/2021, 19:17 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Albertina Ho membantah tudingan terlibat dalam pembuatan Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021.

Adapun SK yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri tersebut berisi tentang hasil asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

"Saya bukan konseptor surat tersebut. Tolong tanyakan saja ke humas (hubungan masyarakat) KPK," kata Albertina kepada Kompas.com, Senin (26/7/2021).

Dikutip dari Tribunnews, Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi KPK nonaktif Hotman Tambunan menyatakan ada keterlibatan Albertina Ho dalam pembuatan SK Nomor 652 Tahun 2021.

Ia menyebut, mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang itu ikut membuat draf SK 652/2021.

Baca juga: Pegawai Pertanyakan Putusan Dewas soal Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan KPK

Selain itu, Albertina juga disebut Hotman mensupervisi SK 652/2021, dengan meminta 75 pegawai menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung.

"Bahkan ikut membuat draf SK 652, dan supervisi terhadap draf SK 652 ini dilakukan Ibu Albertina Ho, yang meminta kami menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung," ucap Hotman, Sabtu (24/7/2021).

Atas dasar itu, Hotman mengaku tidak kaget ketika mengetahui putusan Dewas KPK menyebut enggan melanjutkan aduan 75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan mengenai dugaan pelanggaran etik pimpinan dalam pelaksanaan TWK.

"Maka tentu saja Dewan Pengawas tidak akan melanjutkan ke sidang etik, karena Dewan Pengawas terlibat dalam proses TWK ini," kata dia.

Menurut Hotman, penghentian pemeriksaan yang disebut Dewas KPK karena tak cukup bukti terlalu mengada-ada.

Pasalnya, kata dia, Dewas memiliki kewenangan penuh untuk mencari bukti dari data awalan saat pengaduan.

Baca juga: Dewas KPK Enggan Campuri Temuan Ombudsman soal Malaadministrasi Alih Status Pegawai KPK

"Dewan Pengawas punya posisi yang kuat sebenarnya di internal sebagai lembaga yang ditunjuk untuk mengawasi KPK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya termasuk dalam hal kepegawaian," kata Hotman.

Hotman menyebut, setidaknya ada 24 orang yang mewakili 75 pegawai melakukan pengaduan pelanggaran kode etik oleh pimpinan, namun hanya tiga orang yang diperiksa Dewas KPK.

Padahal, ketiga orang tersebut tidak menguasai pelbagai hal, terutama yang sifatnya rinci dalam pelaksanaan TWK.

“Saya sendiri sebagai konseptor untuk membuat pengaduan ini tidak dilakukan pemeriksaan oleh Dewan Pengawas,” kata dia.

Hotman pun membandingkan cara pemeriksaan Dewan Pengawas KPK yang dinilai sangat berbeda dengan Ombudsman, Komnas HAM, dan pengadilan yang melakukan pemeriksaan terhadap pengadu laporan. 

Baca juga: Novel Khawatir Firli dkk Semakin Berani Berbuat Pelanggaran akibat Sikap Dewas KPK

Selain cara pemeriksaan, hasil pemeriksaan aduan Dewas KPK dengan Ombudsman juga berbeda. Padahal, bukti dan data yang disampaikan ke kedua lembaga itu sama.

"Pemeriksaan ketiganya, semua pengadu diperiksa, dan semua pengadu diberikan kesempatan menjelaskan apa yang ada dalam aduan itu," ujar Hotman.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar dan 9 Terpidana Korupsi Jadi Saksi Dugaan Pungli di Rutan

KPK Periksa Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar dan 9 Terpidana Korupsi Jadi Saksi Dugaan Pungli di Rutan

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Nasional
Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Nasional
Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Nasional
Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Nasional
Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Nasional
RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Nasional
Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Nasional
Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com