Sikap menantang itu menarik banyak perhatian. Tiap hari di markas PDI digelar mimbar bebas. Kaum aktivis pro-demokrasi, kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM), wong cilik di kota, semua mendukung Megawati.
Keributan yang terjadi di kantor PDI di Jalan Diponegoro pada 27 Juli pagi itu merupakan buntut dari dualisme.
Baca juga: Ketika Orde Baru Tuding PRD Salah Satu Penyebab Kerusuhan 27 Juli 1996
Rosihan menuturkan, saat menuju perempatan lewat jalan kecil di tepi kali, ia sempat dicegat seorang mahasiswa yang memperkenalkan diri sebagai putra Abdullah Alamudi, wartawan harian Pedoman awal 1970-an.
Mahasiswa itu mengatakan kepadanya telah memanjat sebuah pohon di tepi jalan dan dari sana melihat mobil-mobil ambulans mengangkut banyak korban yang tewas di markas PDI.
"Berapa banyaknya dia tidak tahu. Bagaimana mengecek kebenaran informasi tersebut?" katanya.
Rosihan pun tiba di dekat mulut Jalan Surabaya, depan rumah nomor 39. Di situ, ada sejumlah wartawan dalam dan luar negeri.
Para wartawan sempat disetop oleh seorang perwira Polri. Namun, Rosihan meminta izin supaya wartawan boleh maju sedikit lagi agar dapat melihat lebih jelas.
"Akhirnya perwira Polri yang tahu saya adalah wartawan senior, mengizinkan insan-insan pers maju lagi 25 meter," tutur Rosihan.
Mereka pun sampai di sebuah jembatan kecil yang melintangi kali Jalan Surabaya. Dari situ, Rosihan dan para wartawan bisa memandang luar ke kiri.
Di depan markas PDI, tampak laki-laki tegap berpakaian hitam dengan tanda gambar banteng, dengan potongan rambut cepak, beramai-ramai melemparkan batu ke rumah yang sedang terbakar.
Serangan itu dibalas dengan sengit oleh pengikut Megawati dengan timpukan batu pula.
Berdasarkan cerita yang Rosihan dengar dari seorang warga, gerombolan laki-laki penyerang markas PDI itu keluar dari bus-bus yang datang dan berhenti sejak pagi di jalan sekitar bioskop terdekat, Megaria.
Asap mengepul dari atap yang gentengnya sudah pecah-pecah. Rosihan tak melihat ada mobil pemadam kebakaran di sekitar situ.
"Lama-lama rumah ini bisa terbakar habis," ucapnya.
Memilih diam