JAKARTA, KOMPAS.com - Muncul inovasi baru alat pendeteksi Covid-19 dengan metode dengan metode kumur-kumur di tenggorokan atau gargle.
Alat tersebut bernama BioSaliva yang dikembangkan oleh perusahaan rintisan bioteknologi, Nusantics bekerja sama dengan PT Biofarma.
Kerja sama juga dilakukan dengan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Rumah Sakit Nasional Diponegoro dan RSUP Dr Kariadi Semarang, Jawa Tengah. Kedua RS itu menjadi tempat uji validasi.
Baca juga: BioSaliva yang Bisa Tes PCR Tanpa Colok Hidung, Klaim hingga Tanggapan Kemenkes dan Epidemiolog
BioSaliva ialah pelengkap dari produk sebelumnya yaitu mBioCov19, yang merupakan RT-PCR kit untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2. Alat itu juga dikembangkan Nusantics dan diproduksi Biofarma.
Produk mBioCoV-19 pula yang digunakan selama tahapan uji validasi BioSaliva.
BioSaliva bisa jadi alternatif tes usap nasofaring-orofaring (hidung-tenggorokan) yang merupakan standar utama atau gold standard untuk pengujian PCR.
Pada sejumlah orang, tes usap dirasa kurang nyaman karena metodenya yang invasif.
Selain itu, tes usap juga sulit dilakukan pada sebagian orang, salah satunya karena ada sumbatan pada hidung. Begitu juga pada sejumlah anak yang kesulitan saat dites usap.
Baca juga: BioSaliva yang Bisa Tes PCR Tanpa Colok Hidung, Klaim hingga Tanggapan Kemenkes dan Epidemiolog
"Gargle-PCR memiliki sensitifitas hingga 95 persen sehingga dapat digunakan sebagai alternatif selain gold standard Swab Nasofaring-Orofaring menggunakan PCR Kit," tulis Biofarma dalam siaran pers yang diterima Kompas.com.
Cara kerja BioSaliva dalam mendeteksi Covid-19 sebenarnya sama dengan tes usap yaitu sampel diambil melalui air liur, kemudian diekstrasi RNA virusnya, lalu diproses PCR di laboraturium seperti biasa.
Hanya saja berbeda pada metode pengambilan sampelnya yaitu dengan cara berkumur.
Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI DPR, Rabu (7/7/2021) mengklaim bahwa BioSaliva telah melakukan pengetesan dengan akurasi di atas 99 persen.
"Semua produk sudah kita lakukan pengetesan dengan akurasi yang di atas 99 persen akurasinya," ujarnya.
Baca juga: Penjelasan Eijkman soal Perbedaan BioSaliva dan Tes PCR untuk Deteksi Covid-19
Pada situs resmi Biofarma dijelaskan bahwa penggunaan BioSaliva, bersama dengan m-BioCov-19, diklaim dapat mendeteksi semua varian baru virus Corona yang sedang berkembang di Indonesia. Di antaranya varian B 117 (Alpha), B 1.351 (Beta), P.1 (Gamma), B 1.617.2 (Delta).
Kemudian varian B 1.617.1 (Kappa), B 1.525 (Eta), B 1.526 (Iota), B 1.466.2 (varian Indonesia), B 1.427/29 (Epsilon), dan C.37 (Lambda).
Bio Saliva juga dapat mendeteksi hingga angka cycle threshold (CT) 40 dan memiliki performa yang sangat baik untuk CT kurang dari 35 dengan sensitivitas hingga 93.57 persen. Adapun tes usap nasofaring-orofaring dengan PCR kit memiliki sensitivitas hingga 95 persen.
Soal harga, Honesti belum bisa memberikan jawaban karena sedang dibicarakan dengan Kementerian Kesehatan. Namun, ia mengklaim alat ini lebih murah daripada harga tes PCR saat ini. Tapi, lebih tinggi dari harga swab test antigen.
Baca juga: BioSaliva, Alat Tes Covid-19 Kumur-kumur, Diklaim Bisa Gantikan Colok Hidung atau Nasofaring
Tata cara
Co-Founder sekaligus Chief Technology Officer (CTO) Nusantics, Revata Utama, kepada Kompas.id menuturkan tata cara pengambilan sampel menggunakan BioSaliva.
Pertama, pastikan pengguna tidak makan atau minum selama 1 jam sebelumnya. Kemudian, tarik napas panjang dan diulang lima kali, disusul batuk-batuk (mengenakan masker) dengan diulang sebanyak enam kali.
Setelah itu, buka tabung berwarna biru dan masukkan cairan gargle yang ada di dalamnya ke mulut. Kumur-kumur hingga rongga tenggorokan dan diulang selama 3 kali.
Lalu, masukkan cairan dari mulut ke tabung biru menggunakan corong. Tambahkan juga cairan collection buffer yang terdapat di tabung merah. Tutup, kemudian kocok-kocok. Setelah itu, serahkan kepada petugas di laboratorium.
Diluncurkan terbatas
Biofarma bersama Nusantics telah meluncurkan BioSaliva secara terbatas. Peluncuran terbatas ini dilakukan untuk penyempurnaan.
"Pastinya masih diperlukan beberapa penambahan sehingga alat uji Bio Saliva ini akan semakin sempurna, maka harus kita dorong percepatan penyempurnaan produk. Masukan dari berbagai pihak ditahap limited release ini sangat membantu. Kita tidak boleh tertinggal,” kata Honesti.
Baca juga: Daftar Lengkap 742 Laboratorium Tes PCR yang Jadi Syarat Naik Pesawat
Saat ini tengah dilakukan uji post market BioSaliva di tiga laboratorium, yaitu Lab Mikrobiologi FK Universitas Indonesia, Lab Biomedik Lanjut FK Universitas Padjadjaran, dan Lab Mikrobiologi Klinik FK Universitas Airlangga.
Per awal Juli 2021, masyarakat sudah bisa mendaftar untuk tes PCR dengan metode gargle tersebut di Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium (GSI Lab), Jakarta.
Diharapkan, dalam waktu dekat bisa juga digunakan di seluruh Indonesia. Adapun BioSaliva telah mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan pada 1 April 2021, dengan Nomor Kemenkes RI AKD 10302120673.
Baca juga: Kemenkes: Pelacakan Covid-19 di Jawa-Bali Masih Sangat Rendah
Ke depannya juga diharapkan proses pengambilan sampel dengan BioSaliva dapat dilakukan di area nonmedis dengan pengawasan tenaga kesehatan.
Hal itu dapat mengurangi kerumunan dan menghindari kontak. Keunggulan lainnya, pengambilan sampel dalam jumlah sangat besar bisa dilakukan tanpa perlu menambah tenaga medis.
Tak bisa gantikan PCR
Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, BioSaliva bisa digunakan untuk screening kasus Covid-19. Namun, belum bisa menggantikan PCR untuk mendiagnosis kasus positif Covid-19.
"Kalau untuk menggantikan PCR enggak lah, tapi ini bisa diandalkan untuk alat screening bisa, kalau untuk diagnosis ya tetap PCR untuk konfirmasi," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Rabu (7/7/2021).
Baca juga: Soal BioSaliva, Epidemiolog: Untuk Screening Bisa, tapi Tak Bisa Gantikan PCR
Ia menilai, BioSaliva bisa digunakan untuk pemeriksaan Covid-19 dalam pelacakan kontak erat atau tracing, karena akurasi alat tersebut sudah teruji dan memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Dan memang sudah akurasinya sudah teruji dan memenuhi standar WHO, karena sensitivitasnya minimal harus sama atau lebih dari 80 persen, spesifiksitasnya minimal sama atau lebih dari 97 persen, dan yang saya tahu yang ada saat ini sudah memenuhi," ujarnya.
Dicky mengingatkan, dalam strategi kesehatan masyarakat, pemerintah sebaiknya tidak hanya memperhatikan aspek sensitivitas, namun juga aspek efektivitas dan efisiensi.
Baca juga: Aturan Baru Naik Pesawat: Pemeriksaan PCR/Antigen di 742 Lab dan Manfaat Aplikasi PeduliLindungi
Ia mengatakan, BioSaliva memang sudah teruji memiliki sensitivitas sesuai standar WHO, akan tetapi pemerintah harus melihat aspek efektivitas dan efisiensinya.
"Kalau bicara program screening secara keseluruhan harganya mahal, saya enggak tahu kalau di Indonesia berapa. Jadi kalau program screening tetap diarahkan ke yang lebih praktis dalam pemakaian maupun harganya terjangkau, karena pemerintah tidak membuat ini free, kecuali kalau ini free," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.