Pendapat berbeda datang dari kalangan ahli kesehatan, budayawan, aktivis hingga ekonom. Mereka meminta pemerintah segera menarik rem darurat.
Artinya, sektor kesehatan perlu lebih diprioritaskan. Nyawa manusia semestinya jadi pertimbangan utama di antara angka statistik pertumbuhan ekonomi dan kepentingan politik.
Peneliti ISEAS Yanuar Nugroho mengatakan, perekonomian Indonesia tidak akan pulih jika pemerintah tidak berhasil mengendalikan pandemi lebih dahulu.
Sementara, Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid menuturkan, saat ini perlu ada cara baru dalam menangani pandemi.
Ia mengutip pernyataan ilmuwan Albert Einstein, bahwa mengulang hal yang sama tetapi mengharapkan hasil berbeda adalah ketidakwarasan.
Baca juga: Kritik KSP Bahas Ibu Kota Baru Saat Pandemi, Anggota DPR: Masyarakat Sedang Menderita
Prioritaskan kesehatan
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Rimawan Pradiptyo, menyayangkan masih munculnya perdebatan soal sektor mana yang harus diprioritaskan, kesehatan atau ekonomi.
Padahal, pandemi ini telah berlangsung selama 16 bulan. Ia mengingatkan, jangan sampai penanganan pandemi melibatkan kepentingan politik dan melupakan aspek kemanusiaan.
“Ini situasinya memang genting. Sejak awal kami sudah menyuarakan jangan ada politik, karena kalau mabuk politik pandeminya malah enggak selesai,” ujar Rimawan saat dihubungi, Kompas.com, Minggu (27/6/2021).
Rimawan berpandangan, kebijakan PPKM skala mikro tidak mungkin efektif dalam membatasi mobilitas masyarakat. Sebab, zonasi PPKM terlalu kecil, yakni di tingkat Rukun Warga (RW).
Sementara, mobilitas masyarakat cenderung bergerak antarkabupaten.
“Jadi tidak logis ketika pembatasannya hanya di tingkat RW,” tutur inisiator Sambatan Jogja (Sonjo) itu.
Baca juga: UPDATE: Rekor 218.476 Kasus Aktif Covid-19, Tertinggi Selama Pandemi
Rimawan menyarankan penerapan PSBB atau lockdown pada Pulau Jawa dan Bali. Minimal, kebijakan itu berlaku pada tingkat provinsi.
Penerapan PSBB berlaku paling tidak selama dua pekan. Mobilitas masyarakat benar-benar dibatasi dan hanya sektor esensial saja yang boleh beroperasi.
Kemudian, ia mengusulkan ketentuan mengenai zonasi jangan dikaitkan dengan masalah aktivitas sosial, ekonomi, maupun keagamaan.
“Jadi masalah zonasi itu seharusnya hanya dikaitkan dengan penanganan covid,” kata Rimawan.