Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Status Pandemi RI Diprediksi Paling Cepat Dicabut Pertengahan 2022, asalkan...

Kompas.com - 25/06/2021, 14:02 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog Griffith University di Australia, Dicky Budiman memperkirakan status pendemi Covid-19 di Indonesia dapat dicabut setidaknya pada pertengahan atau akhir tahun depan.

Menurut dia, itu perkiraan tercepat dengan melihat situasi pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini.

"Antara pertengahan atau akhir tahun depan untuk status pandeminya dicabut, dan itu paling cepat," kata Dicky kepada Kompas.com, Jumat (25/6/2021).

Baca juga: Jokowi: Situasi Pandemi Belum Berakhir, Masih Extraordinary

Namun untuk dapat mewujudkan hal tersebut, pemerintah diminta untuk membuat program yang benar-benar serius untuk menekan laju penyebaran Covid-19.

Dicky tidak mempermasalahkan Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro.

Akan tetapi, ia menekankan pelaksanaan vaksinasi, 3T (testing, tracing, treatment) dan 5M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilitas) harus konsisten dilakukan.

"Dengan cara apa? Mau PPKM mikro ya silakan tapi di PPKM mikro itu, satu, penerapan 3T, 5M-nya, dan vaksinasi itu ada di situ, dan konsisten konsekuen dan di-lead oleh semua kepala daerah, juga termasuk pusat tentu, dan semua sektor didukung,” ujar dia.

Baca juga: Satgas: Pandemi Covid-19 Hampir Mencapai Puncaknya

Selain itu, Dicky juga menegaskan perlunya sense of crisis di tingkat pembuat kebijakan, khususnya kepala daerah.

Sebab, menurut dia, tanpa adanya sense of crisis, setiap kebijakan pemrintah cenderung akan menjadi formalitas belaka.

"Sense of crisis ini yang saya melihat banyak misalnya, di kalangan kepala daerah, di kalangan kepala-kepala institusi organisasi, ini masih belum terbangun sehingga masih merasa biasa biasa saja," ucap dia.

"Sehingga ketika ada katakanlah pembatasan kegiatan 75 persen work from home, nah ini enggak kelihatan. Mereka masih di atas kertas saja. Jadi kan itu formalitas. Nah itu kebiasaan Indonesia ini yang akhirnya membuat situasi ini berlarut-larut," kata Dicky.

Baca juga: Moeldoko: Gelombang Kedua Pandemi Covid-19 Tak Bisa Dielakkan

Oleh karena itu, Dicky menegaskan pentingnya mekanisme pengawasan di masa pandemii ini.

Ia menilai perlu ada sistem evaluasi hingga sanksi dari pembuat kebijakan bagi semua pihak yang melanggar aturan PPKM mikro.

Misalnya, terkait pelaksanaan perusahaan yang menerapkan kebijakan bekerja dari rumah, perlu ada sanksi bagi yang melanggar.

"Kalau misal PPKM, WFH 75 persen, bagaimana pelaksanaannya, apa sanksi yang diberikan untuk perkantoran, bos-bosnya yang itu anak buahnya masuk. Kemudian apa sanksinya, bagaimana monitoringnya, bagaimana evaluasinya per minggu per apa, itu enggak ada," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com