Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER NASIONAL] Tolak Jabatan Tiga Periode | Manuver Jokowi Tiga Periode Inkonstitusional

Kompas.com - 22/06/2021, 10:12 WIB
Wahyuni Sahara,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua berita terkait masa jabatan presiden tiga periode paling banyak dicari di desk nasional Kompas.com pada Senin 21 Juni 2021.

Pertama, soal PDI Perjuangan yang menolak wacana mengubah masa jabatan presiden menjadi maksimal tiga periode.

Kedua, berita mengenai pernyataan Pimpinan MPR, Hidayat Nur Wahid, yang menyebut manuver Jokowi tiga periode inkonstitusional.

Kedua berita ini juga masuk dalam deretan berita populer di desk nasional Kompas.com. Berikut kami rangkum kembali paparannya untuk Anda:

Tolak jabatan tiga periode

Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan, partainya menolak wacana mengubah masa jabatan presiden menjadi maksimal tiga periode.

"Gagasan tentang masa jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode, ini jelas jauh dari pandangan dan sikap politik, baik kami di MPR termasuk juga kami di PDI Perjuangan," kata Basarah dalam acara rilis survei SMRC, Minggu (20/6/2021).

Basarah mengingatkan, Presiden Joko Widodo pun telah berkali-kali menyatakan menolak wacana tersebut dan tidak pernah berpikir untuk menjadi presiden selama tiga periode.

Bahkan, kata Basarah, Jokowi juga menyebut bahwa orang-orang yang menggulirkan wacana presiden tiga periode itu cari muka, ingin menampar muka Jokowi, dan ingin menjerumuskan Jokowi.

"Saya kira tidak eloklah bahwa konstitusi kita mau dipermainkan hanya untuk kepentingan orang per orang saja," ujar dia. Terima kasih telah membaca Kompas.com.

Baca juga: Tolak Masa Jabatan Presiden Tiga Periode, PDI-P: Konstitusi Kita Mau Dipermainkan

Manuver Jokowi tiga periode inkonstitusional

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid  mengatakan adanya manuver yang menghimpun relawan untuk memajukan seseorang menjadi calon presiden hingga tiga periode merupakan tindakan inkonstitusional.

Hal itu disampaikan Hidayat merespons keinginan segelintir orang yang hendak meresmikan Sekretariat Nasional (Seknas) untuk memajukan Presiden Joko Widodo untuk kembali maju di Pilpres 2024.

Menurut dia, peresmian Seknas untuk memajukan Jokowi menjadi caon presiden adalah perilaku inkonstitusional karena bertentangan dengan spirit dan teks konstitusi UUD 1945 yang berlaku di Indonesia saat ini.

Ia menjelaskan Pasal 7 UUD 1945 yang masih berlaku saat ini tegas mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden selama lima tahun, dan hanya boleh dipilih kembali untuk jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.

"Artinya, masa jabatan Presiden hanya dua periode saja. Jadi, kalau ada yang ngotot mencalonkan kembali seseorang seperti Presiden Joko Widodo yang sudah menjabat dua periode, itu tidak sesuai dengan konstitusi yang berlaku. Karenanya manuver seperti itu bisa dinilai inkonstitusional," ujarnya sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (21/6/2021).

Baca juga: Pimpinan MPR: Manuver Jokowi Tiga Periode Inkonstitusional

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com