JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman telah memperkirakan akan banyak pejabat negara yang menghindar memberikan pernyataan tentang pelaksanaan Tes Wawawan Kebangsaan (TWK) untuk pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Zaenur melihat pola itu pada para pejabat yang institusinya terlibat dalam pelaksanaan TWK.
"Saya melihat pejabat negara seperti Kepala BKN, pimpinan KPK dan institusi lain selalu menghindar ketika diminta akuntabilitasnya soal TWK ini," ujarnya dihubungi Kompas.com, Jumat (18/6/2021).
Baca juga: Mengaku Tak Tahu soal Proses TWK, Komisioner KPK Nurul Ghufron Dinilai Cuci Tangan
Zaenur berpendapat hal itu sudah dapat ditebak sejak awal karena pelaksanaan TWK bermasalah secara hukum.
"Sudah dapat ditebak ketika mereka masing-masing cuci tangan menghindar dari permintaan transparansi dan akuntabilitas oleh publik," ucapnya.
"Karena TWK bermasalah dari dasar hukum, bermasalah pelaksanaannya, dan menimbulkan masalah pada hasilnya," sambung Zaenur.
Zaenur juga berharap agar Komnas HAM dapat melakukan penyelidikan intensif sehingga tidak ada pelanggaran HAM yang merugikan 75 pegawai KPK yang diberhentikan.
"Saya berharap Komnas HAM punya kesimpulan yang nantinya berguna untuk memastikan terpenuhinya hak-hak warga negara yaitu para pegawai KPK yang tidak lolos tersebut," terang dia.
Baca juga: Keterangan Kepala BKN soal TWK Dibutuhkan, Komnas HAM: Tidak Bisa Diwakilkan
Diketahui berdasarkan asesmen TWK terdapat 75 pegawai KPK yang diberhentikan.
Lalu dari 75 pegawai itu 24 orang dinyatakan masih bisa menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan mengikuti pendidikan wawasan kebangsaan.
Sementara 51 sisanya tetap dinyatakan tak memenuhi syarat karena dinilai memiliki rapor merah pada hasil tes itu.
TWK dianggap oleh sejumlah koalisi masyarakat sipil tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Ada Perbedaan Keterangan Wakil Ketua KPK dan Staf BKN soal Proses TWK
Pasalnya revisi Undang-Undang KPK yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019 tidak menyaratkan pelaksanaan TWK sebagai syarat alih status pegawainya.
Revisi UU KPK itu hanya menyebutkan bahwa pegawai KPK wajib berganti statusnya menjadi ASN.
Namun ketentuan TWK menjadi syarat dan mekanisme yang harus ditempuh para pegawai KPK diatur dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom KPK) Nomor 1 Tahun 2021.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.