Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laporkan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli, Novel: Isu yang Menyangkut Jiwa, Harkat, dan Martabat KPK

Kompas.com - 10/06/2021, 12:47 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) atas dugaan pelanggaran etik pada Selasa (8/6/2021).

Laporan itu dilayangkan oleh mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko dan dua penyidik KPK, Novel Baswedan serta Rizka Anungnata.

Penyidik KPK Novel Baswedan meminta Dewan Pengawas untuk menyampaikan kepada publik apa pun putusan hasil pemeriksaan terhadap pelaporan tersebut.

Baca juga: Lili Pintauli Diduga Bocorkan Perkembangan Kasus ke Tersangka, Penyidik Siap Jadi Saksi

Demikian juga jika Dewas menyatakan Lili tidak terbukti melakukan pelanggaran etik, sehingga KPK akan bebas dari stigma adanya kebiasaan yang tidak benar dalam penanganan perkara.

“Ini penting dan berdampak besar bagi keberlangsungan KPK dan merupakan isu yang menyangkut roh dan jiwa, harkat dan martabat KPK sebagai lembaga penindakan tindak pidana korupsi,” ucap Novel dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (9/6/2021).

Dalam laporan itu, Direktur PJKAKI KPK Sujanarko mengatakan, Lili diduga menggunakan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai, M Syahrial terkait penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo Kota Tanjungbalai.

M Syahrial merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara di Pemerintah Kota Tanjungbalai, 2020-2021.

“Kejadian seperti ini membuat KPK sangat terpuruk dan sangat tidak lagi dipercayai publik,” ujar Sujanarko.

Baca juga: Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Diduga Tekan Wali Kota Tanjungbalai Selesaikan Kepegawaian Adik Iparnya

Lili diduga melanggar prinsip Integritas yang tercantum dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf b, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Pasal ini mengatur, "Insan KPK dilarang menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi".

Lili diduga memiliki peran dalam kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai yang menjerat mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju.

Sujanarko mengatakan, Lili diduga menghubungi dan menginformasikan perkembangan penanganan kasus M Syahrial yang ditangani KPK.

Atas dugaan perbuatan tersebut, Lili diduga melanggar prinsip Integritas yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Pasal tersebut berbunyi "Insan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui perkaranya sedang ditangani oleh Komisi kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan Pimpinan atau atasan langsung".

Baca juga: Eks Direktur dan 2 Penyidik Laporkan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli ke Dewas

Terkait laporan itu, penyidik KPK Rizka Anungnata menyatakan siap menjadi saksi. Ia mengaku memiliki banyak informasi terkait dengan dugaan pelanggaran tersebut.

“Sudah sepantasnya kami menduga atau setidaknya patut menduga telah terjadi pelanggaran etik yang dilakukan oleh LPS (Lili Pintauli Siregar),” kata Rizka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com