Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tjahjo Bandingkan TWK KPK dengan Litsus, Guru Besar UGM: Litsus Digunakan untuk Singkirkan Warga yang Tak Sejalan dengan Penguasa

Kompas.com - 09/06/2021, 13:41 WIB
Sania Mashabi,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto mengatakan, penelitian khusus atau litsus pada masa Orde Baru (Orba) digunakan untuk mengeluarkan warga yang dianggap tidak sejalan dengan penguasa.

"Orde Baru, menerapkan kebijakan litsus dan saringan bersih lingkungan untuk mengeksklusi (mengeluarkan) warga bangsa yang dianggap tidak sejalan dengan kehendak penguasa dan menyingkirkan siapa saja yang dianggap potensial sebagai ancaman terhadap rezim," kata Sigit kepada Kompas.com, Rabu (9/6/2021). 

Sigit mengungkapkan hal itu merespon pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo yang menyamakan tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK sebagai syarat alih status sebagai ASN, dengan litsus era Orba.

Menurut Sigit, TWK yang dilaksanakan juga berpotensi dipakai sebagai alat untuk menyingkirkan siapa saja yang dianggap tak sejalan dengan kepentingan pemegang kuasa pada institusi tertentu.

Baca juga: Saat Menpan-RB Tjahjo Kumolo Samakan TWK KPK dengan Litsus Era Orba

Terlebih, jika pelaksanaan tes tersebut tanpa ada penjelasan masuk akal tentang relevansi dengan kinerja, misi dan reputasi institusi terkait.

"Jika rekrutmen dilakukan tanpa standar yang jelas, obyektif dan transparan, patut diduga ada masalah dalam desain dan proses rekrutmen tersebut," ujarnya.

"Atau dari awal memang dimaksudkan untuk tidak meloloskan calon-calon tertentu yang tidak dikehendaki dengan beragam dalih, justifikasi dan kepentingan tersembunyi," lanjut dia.

Litsus, kata Sigit, yang dilaksanakan tanpa maksud yang jelas dan sebenarnya, hanya dilakukan untuk menyingkirkan orang yang dianggap sebagai kelompok ekstrem kiri, kanan, tengah, atau kelompok apapun namanya yang tak sejalan dengan kebijakan penguasa.

Namun, ia khawatir tes semacam itu menjelma atau diganti dengan TWK seperti yang terjadi pada saat ini di KPK.

"Mereka yang dinyatakan tidak lolos dalam tes semacam ini akan dianggap tidak nasionalis atau tidak memilik wawasan kebangsaan. Suatu pembunuhan karakter yang absurd dan melecehkan akal sehat," ucap Sigit.

Diberitakan sebelumnya, pimpinan KPK tidak menghadiri panggilan Komnas HAM pada Selasa (8/6/2021) terkait adanya laporan dugaan pelanggaran HAM dalam TWK sebagai bagian dari alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebutkan bahwa pimpinan dan sekjen KPK telah menerima surat dari Komnas HAM tertanggal 2 Juni 2021 terkait aduan tes wawasan kebangsaan pegawai KPK.

Baca juga: Samakan TWK dengan Litsus Era Orba, Tjahjo: Dulu Fokus PKI, Sekarang Lebih Kompleks

"Tindak lanjut surat dimaksud, Senin, 7 Juni 2021 Pimpinan KPK telah berkirim surat kepada Komnas HAM untuk meminta penjelasan lebih dahulu mengenai hak asasi apa yang dilanggar pada pelaksanaan alih status pegawai KPK," kata Ali dalam keterangan tertulis, Selasa.

Sementara itu, Menpan-RB Tjahjo Kumolo mendukung sikap pimpinan KPK yang tidak memenuhi panggilan Komnas HAM.

Menurut Tjahjo, tidak kaitan antara penyelenggaraan TWK dengan pelanggaran hak asasi manusia.

"Kami juga mendukung KPK misalnya yang tidak mau hadir di Komnas HAM. Apa urusan (tes) kewarganegaraan itu (dengan) urusan pelanggaran HAM?" kata Tjahjo dalam rapat dengan Komisi II DPR, Selasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com