Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soroti Kewenangan MK, Yusril: Ciptakan Norma Baru adalah Wewenang Presiden dan DPR

Kompas.com - 02/06/2021, 16:55 WIB
Sania Mashabi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyoroti kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menguji Undang-Undang (UU) dengan UU Dasar 1945.

Menurut dia, seharusnya MK tidak bisa serta-merta membuat tafsiran dari pasal atau UU yang sudah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

Hal itu diungkapkan Yusril dalam diskusi daring bertajuk "Putusan MK Verifikasi Parpol: Menepuk Air di Daur Ulang Terpercik Muka Sendiri", Selasa (1/6/2021).

"Kami yang dulu terlibat dalam proses amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pikiran itu sederhana, ada yang mengatakan bahwa MK itu menguji UU dan menyatakan bertentangan atau tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Begitu, selesai diputuskan begitu, selesai tugas MK," kata Yusril.

Baca juga: Yusril Nilai Putusan MK soal Verifikasi di UU Pemilu Tidak Logis

Yusril mengatakan, dalam penyusunan UU tentang MK para perumus akhirnya memberikan perluasan kewenangan pada MK.

Namun, MK mengembangkan suatu yurisprudensi, memperluas kewenangannya dengan memperbolehkan.

"Kalau MK itu kemudian menyatakan bertentangan dengan UUD 1945, kemudian dia menafsirkan sendiri nah putusan MK itu kan menjadi semacam norma baru," ujarnya.

"Lebih celaka lagi dulu jamannya Pak Mahfud MD, MK menyatakan satu pasal bertentangan lalu dia bikin pengaturannya seperti ini," kata Yusril.

Oleh karena itu, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini menilai bisa saja nantinya presiden dan DPR keberatan dengan putusan MK.

Baca juga: Jokowi: Saya Sepakat dengan MK, Pengalihan Status Pegawai KPK Jadi ASN Tak Boleh Merugikan

Pasalnya MK, kata Yusril memiliki peran, dia secara teori hukum tata negara dia peranannya itu adalah melakukan kewenangan legislasi sebatas negative legislation.

"Dia (MK) hanya meniadakan, bukan dia menciptakan (norma) yang baru. Karena menciptakan yang baru itu adalah kewenangan DPR dan presiden," ucap Yusril.

Sebelumnya Yusril menilai, putusan MK mengenai Pasal 173 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak logis.

Baca juga: Yusril Sebut Perubahan Masa Jabatan Presiden Bisa Dilakukan Tanpa Amendemen tapi Sulit Dilakukan

Adapun pasal tersebut mengatur mengenai ketentuan verifikasi faktual partai politik peserta pemilu ataupun partai baru.

"Kalau kita mulai buka logika Aristoteles sampai logika kalkulus yang paling muktahir kita verifikasi untuk menguji logik atau tidak. Putusan MK itu tidak logik," ujarnya.

Yusril mengatakan, putusan MK terkait Pasal 173 beberapa waktu lalu membagi partai politik menjadi tiga katergori yakni partai yang sudah melakukan verifikasi, pernah ikut pemilu dan lolos ambang batas parlemen.

Kemudian, partai politik yang sudah melakukan verifikasi, pernah ikut pemilu tetapi tidak lolos ambang batas parlemen.

Sedangkan kategori terakhir adalah partai politik baru yang belum pernah melakukan verifikasi dan belum pernah ikut pemilu.

Menurut Yusril, seharusnya ada perlakuan yang berbeda di setiap kategori partai politik, sementara dalam putusannya, MK justru menyamakan partai politik yang tidak lolos amabang batas parlemen dengan partai baru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com