Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pegawai KPK: Kami Dilabeli Anti-Pancasila, Tak Memiliki Wawasan Kebangsaan

Kompas.com - 30/05/2021, 17:55 WIB
Tsarina Maharani,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Protes yang dilontarkan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) bukan karena terancam tidak akan diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Salah satu pegawai KPK yang tak lolos TWK, Tri Artining Putri atau Puput mengatakan, persoalan mendasar dalam polemik tersebut yakni adanya praktik kesewenang-wenangan.

"Ini bukan tentang 75 pegawai KPK yang sedang merengek karena tidak lolos tes CPNS. Tapi ini soal tanggung jawab kita bersama untuk memastikan pemberantasan korupsi tetap ada di jalur yang tepat," kata Puput, dalam diskusi daring Mengurai Kontroversi TWK KPK, Minggu (30/5/2021).

Baca juga: Soal Polemik TWK, PGI Minta Jokowi Turun Tangan Selamatkan KPK

"Ini soal lembaga yang kita sayangi bersama. Lembaga yang saat ini jadi harapan publik," tambahnya.

Meski belakangan pimpinan KPK hanya akan memberhentikan 51 pegawai dan mempertahankan 24 orang, namun menurut Puput hal tersebut tidak menyelesaikan persoalan sesungguhnya.

Ia berpandangan, telah terjadi kesewenang-wenangan dalam pelaksanaan TWK. Sebab, tes terkait alih status pegawai tersebut dilaksanakan berdasarkan Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021.

Sementara, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK tidak mengatur ketentuan soal TWK. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 juga tidak mengamanatkan hal tersebut.

"Apakah kita akan membiarkan itu, apakah kita akan membiarkan pemberantasan korupsi dilakukan seperti ini?" ujar Puput.

Baca juga: Ray Rangkuti: TWK Pegawai KPK Memecah Belah Bangsa

Di sisi lain, Puput menuturkan, 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK sudah terlanjur diberikan label tertentu.

"Kami merasa 51 dan 24 ini tidak ada bedanya. Kami tetap 75, kami tetap dilabeli merah, kuning, atau hijau saya tidak tahu. Kami tetap dilabeli anti-Pancasila, kami tetap dilabeli tidak memiliki wawasan kebangsaan," ucapnya.

Puput berharap Ketua KPK Firli Bahuri segera mengambil sikap yang bijaksana menghadapi polemik ini.

Ia mengatakan, instruksi presiden sudah jelas, bahwa tidak boleh ada hak-hak pegawai KPK yang tercederai dalam proses alih status kepegawaian.

"Tapi sekali lagi saya katakan ini bukan sekadar hak-hak pegawai KPK yang dicederai, tapi ini soal rakyat untuk menerima hak-haknya terkait pemberantasan korupsi," tegasnya.

Baca juga: Pembangkangan dan Omong Kosong Isu Taliban di Gedung Merah Putih KPK

Keputusan pemberhentian 51 pegawai KPK diambil dalam rapat koordinasi pada Selasa (25/5/2021).

Rapat dihadiri oleh pimpinan KPK, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, penilaian asesor terhadap 51 pegawai tersebut merah dan tidak mungkin dibina.

Kendati demikian, ia tidak menjelaskan lebih detail mengenai tolok ukur penilaian kenapa pegawai KPK yang tak lolos TWK dinyatakan merah dan tidak dapat dibina.

Kepala BKN Bima Haria Wibisana memaparkan tiga aspek dalam penilaian asesmen TWK. Ketiga aspek itu yakni aspek pribadi, pengaruh, dan PUNP (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah).

Baca juga: PGI Minta KPK dan BKN Transparan soal Hasil Tes Wawasan Kebangsaan

Menurut Bima, 51 pegawai KPK tersebut mendapat penilaian negatif pada ketiga aspek, termasuk PUNP, yaitu Pancasila, UUD 1945 dan perundang-undangan, NKRI, pemerintahan yang sah.

Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menyatakan TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai KPK.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com