Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal 50 Ayat 4 UU Guru dan Dosen Digugat ke Mahkamah Konstitusi

Kompas.com - 25/05/2021, 10:42 WIB
Sania Mashabi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pasal 50 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan uji materi tersebut diajukan oleh Sri Mardiyanti yang berprofesi sebagai dosen di Universitas Indonesia.

"Dengan ini mengajukan permohonan pengujian uji materiil terhadap pasal 50 ayat 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen terhadap Pasal 1 Ayat 3, Pasal 27 Ayat 1, Pasal 28 C Ayat 1, Pasal 28 D Ayat 1, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," demikian yang tercantum dalam berkas permohonan sebagaimana yang dilansir dari laman resmi MK, Selasa (25/5/2021).

Baca juga: PNS Gugat Pasal 36 Ayat 1 UU Ombudsman ke Mahkamah Konstitusi

Adapun Pasal 50 Ayat 4 berbunyi:

"Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada Ayat 2 dan pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud pada Ayat 3 ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan."

Pemohon menilai Pasal 50 Ayat 4 UU menimbulkan multitafsir sehingga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menafsirkannya dengan menerbitkan pedoman operasional penilaian angka kredit kenaikan pangkat atau jabatan akademik dosen Direktorat Jenderal Sumber Daya IPTEK dan Dikti Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Tahun 2014.

Kemudian, digantikan oleh pedoman operasional penilaian angka kredit kenaikan jabatan akademik atau pangkat dosen Direktorat Jenderal Sumber Daya IPTEK dan Dikti Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Tahun 2019.

Baca juga: Jokowi: Saya Sepakat dengan MK, Pengalihan Status Pegawai KPK Jadi ASN Tak Boleh Merugikan

Dua dokumen yang diterbitkan Kemendikbud ini, kata pemohon, menafsirkan bahwa putusan akhir pengangkatan jabatan akademik dari perguruan tinggi ada pada Kemendikbud.

Dalam praktik penilaian terhadap syarat administratif untuk menjadi guru besar tersebut kemudian dipraktikkan lagi dengan cara pemeriksaan karya ilmiah oleh profesor atau dosen yang tidak memiliki otoritas.

"Karena tidak dalam rumpun ilmu dan cabang ilmu yang sama karena adanya campur tangan dari Kemendikbud," demikian yang tertulis dalam berkas permohonan.

Baca juga: Penjelasan Pasal 74 UU Pencucian Uang Digugat ke Mahkamah Konstitusi

Pemohon juga mengaku mengalami kerugian akibat dari adanya pasal yang dianggap multitafsir tafsir tersebut.

Kerugian tersebut yakni Pasal 50 Ayat 4 tidak diberlakukan dalam proses usulan kenaikan jabatan fungsional Guru Besar pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Oleh karena itu, pihaknya meminta MK menyatakan Pasal 50 Ayat 4 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sepanjang tidak dimaknai bahwa penetapan jenjang jabatan akademik guru besar merupakan kewenangan dari rektor sebagai pimpinan satuan pendidikan tinggi tanpa ada campur tangan menteri.

Serta, pemohon juga meminta MK menyatakan Pasal 50 Ayat 4 tidak konstitusional bersyarat secara khusus di Universitas Indonesia.

Sepanjang tidak dimaknai "Pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud pada Ayat 3 ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan," tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com