Aparat juga menembak mahasiswa dari atas fly over Grogol dan jembatan penyeberangan.
Lebih parahnya lagi, aparat keamanan tidak hanya menghujani mahasiswa dengan peluru karet.
Pihak kampus menemukan aparat melakukan tembakan terarah dengan menggunakan peluru tajam.
Baca juga: Tragedi Trisakti-Semanggi, Menkumham Sebut Rekonsiliasi Cara Terbaik
"Kita sudah bilang aparat jangan represif, tapi kok seperti ini. Mahasiswa saya ditembaki dengan peluru tajam, dan itu berlangsung di dalam kampus," terang Adi Andojo.
"Padahal seharusnya ada prosedurnya. Kok ini tiba-tiba pakai peluru tajam dan mereka (mahasiswa) sudah berada di dalam kampus. Padahal mahasiswa tidak melawan, tidak melempar batu, dan tidak melakukan kekerasan. Mahasiswa saya itu sudah berangsur-angsur pulang ke kampus," jelasnya.
Wakil Ketua Komnas HAM saat itu, Marzuki Darusman menyatakan ada serangan terhadap kemanusiaan dalam menangani aksi massa.
Mahasiswa yang menjadi korban penembakan kemudian dilarikan ke sejumlah rumah sakit, salah satunya adalah RS Sumber Waras.
Suasana mencekam di RS Sumber Waras begitu terasa. Perasaan cemas, takut, sedih dan marah bercampur menjadi satu.
Baca juga: Orangtua Korban Tragedi Trisakti: 18 Tahun Hidup Saya Berat...
Pasca kejadian, dalam konferensi pers pihak Universitas Trisakti menyatakan ada enam korban meninggal, namun empat hari kemudian dipastikan empat mahasiswa Trisakti yang menjadi korban.
Pelaku masih menjadi misteri
Dikutip dari buku Mahasiswa Dalam Pusaran Reformasi 1998, Kisah Yang Tak Terungkap (2016) karya Rosidi Rizkiandi, ahli kedokteran forensik dr Abdul Mun'im Idries menyebut hasil visum menunjukan adanya serpihan peluru kaliber 5,56 mm di tubuh salah satu korban Hery Hertanto.
Peluru itu biasanya digunakan pada senjata laras panjang jenis Styer atau SS-1. Kala itu, Styer biasa digunakan oleh Brimob dan Kopassus.
Hasil yang sama juga ditemukan Tim Pencari Fakta ABRI dan uji balistik di Forensic Technology Inc, Montreal, Kanada.
Tapi Kapolri saat itu Jenderal Pol Dibyo Widodo membantah jika anak buahnya beraksi dengan melakukan peluru tajam.
Kapolda Metro Jaya Hamami Nata mengklaim bahwa pihak kepolisian hanya menggunakan tongkat pemukul, peluru kosong, peluru karet dan gas air mata.
Baca juga: Prabowo Temui Keluarga Korban Tragedi Trisakti
Beberapa tahun kemudian persidangan pada enam terdakwa tidak dapat mengungkapkan siapa pelaku beserta motif penembakan peluru tajam pada para mahasiswa itu.
Enam terdakwa hanya dituduh dengan sengaja tidak mentaati perintah atasan.
Sampai hari ini, di pemerintahan Presiden Joko Widodo peristiwa 12 Mei 1998 masih belum menemukan titik terang.
Harapan penuntasan kasus ini tak pernah mati, empat mahasiswa yang meregang nyawa dalam aksi, tetap dikenang sebagai pahlawan reformasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.