Lalu pada perkara permohonan yang diajukan oleh Jovi, Mahkamah menyatakan permohonan para pemohon berkenaan inkonstitusionalitas norma Pasal 12B Ayat 1, Pasal 12B Ayat 2, Pasal 12B Ayat 3, Pasal 12B Ayat 4 pasal 37B Ayat 1 huruf b, Pasal 47 Ayat 1, Pasal 47 Ayat 2, Pasal 69 Ayat 1 dan Pasal 69 Ayat 2 UU KPK juga tidak dapat diterima.
Sedangkan, Sholikah mengajukan permohonan uji formil dan materi. Pada uji materi ia mempermasalahkan Pasal 21 Ayat 1 huruf a yang mengatur adanya Dewan Pengawas KPK yang dinilai berpotensi mengurangi independensi KPK dan akan melemahkan kewenangan KPK.
Pada aspek formil, Sholikah mempermasalahkan mekanisme penyusunan UU KPK yang seharusnya berpedoman pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Namun dalam prosesnya MK justru menyatakan baik dari aspek formil dan materi, permohonan Sholikah dinyatakan tidak beralasan menurut hukum dan dinyatakan tidak dapat diterima atau ada juga yang ditolak.
Namun, MK juga memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan uji materil UU KPK yang diajukan oleh sejumlah akademisi.
Mereka terdiri dari Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid, Dekan Fakultas Hukum UII Abdul Jamil, Direktur Pusat Studi HAM UII Yogyakarta Eko Riyadi, dan Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi FH UII Yogyakarta Ari Wibowo.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (4/5/2021).
Baca juga: Putusan Uji Materi UU KPK: Penyadapan, Penggeledahan, Penyitaan Tak Perlu Izin Dewan Pengawas
MK mengabulkan permohonan uji materil terkait Pasal 12B Ayat 1 UU KPK mengenai izin tertulis Dewan pengawas KPK dalam proses penyadapan.
Hakim Konstitusi Aswanto mengatakan, kewenangan institusi penegak hukum tidak boleh diintervensi serta tidak boleh ada lembaga yang bersifat ekstra yudisial.
Sebab, intervensi akan menjadi ancaman bagi independensi penegak hukum dan dapat melemahkan prinsip negara hukum.
Menurut Aswanto, ketentuan mengenai izin tertulis Dewan Pengawas untuk melakukan penggeledahan dapat mengesankan bahwa pimpinan KPK merupakan subordinat.
Baca juga: Hakim MK Wahiduddin Adams Sebut DIM dalam Proses UU KPK Tak Sesuai Common Sense
Karenanya, MK menyatakan penyadapan tidak lagi memerlukan izin, namun pimpinan KPK hanya perlu memberitahukan informasi kepada Dewan Pengawas.
"Mahkamah menyatakan tindakan penyadapan yang dilakukan Pimpinan KPK tidak memerlukan izin dari Dewan Pengawas namun cukup dengan memberitahukan kepada Dewan Pengawas yang mekanismenya akan dipertimbangkan bersama-sama," kata Aswanto.