Salin Artikel

Rangkuman Putusan MK soal UU KPK: 3 Perkara Ditolak, 3 Tak Diterima, 1 Dikabulkan Sebagian

Adapun, perkara pertama yang ditolak adalah permohonan uji formil yang diajukan oleh eks pimpinan KPK Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang.

Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (4/5/2021).

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman.

Tolak tiga perkara

Penolakan MK didasarkan beberapa pertimbangan majelis hakim konstitusi dari berbagai dalil permohonan yang diajukan pemohon.

Antara lain, mengenai UU KPK yang tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Polegnas) DPR. Mahkamah menilai dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, RUU KPK sudah masuk dalam Prolegnas sejak lama, terkait lama atau tidaknya pembahasan tergantung pada UU itu sendiri.

"Terutama untuk mengharmonisasi antara RUU yang satu dengan yang lain sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan waktu dalam melakukan harmonisasi undang-undang," kata Arief.

Mahkamah juga membantah pernyataan terkait dalil tidak dilibatkannya aspirasi masyarakat dalam penyusunan UU KPK hasil revisi.

Hakim konstitusi Saldi Isra mengatakan bahwa berdasarkan bukti-bukti yang disampaikan pembuat UU, yakni DPR, sudah melibatkan masyarakat dan stakeholder terkait termasuk pimpinan KPK dalam pembahasan RUU.

Mahkamah, lanjut Saldi, juga sudah melihat bahwa pimpinan KPK sudah diajak untuk terlibat dalam pembahasan.

"Menemukan fakta bahwa beberapa kali KPK menolak menghadiri pembahasan perihal revisi Undang-Undang KPK hal demikian berarti bukanlah pembentuk undang-undang, DPR dan presiden yang tidak mau melibatkan KPK, tetapi secara faktual KPK yang menolak untuk dilibatkan dalam proses pembahasan rencana revisi Undang-Undang KPK," ujar Saldi.

Sementara terkait dengan adanya berbagai macam penolakan dari kalangan masyarakat terkait pengesahan RUU KPK, Mahkamah menilai itu sebagai bagian kebebasan menyatakan pendapat karena kegiatan tersebut tidak hanya dilakukan oleh kelompok yang menolak tetapi juga yang mendukung.

Begitu pula terkait dalil tidak kuorumnya pengesahan RUU KPK dalam rapat paripurna, yang dinilai Mahkamah tidak beralasan menurut hukum.

"Naskah akademik yang dijadikan bukti oleh para pemohon adalah naskah akademik yang memiliki halaman depan atau cover per-tanggal September 2019 sementara naskah akademik yang dijadikan lampiran bukti oleh DPR tidak terdapat halaman depan atau kabar dan tidak tercantum tanggal," ucap Saldi Isra.

Sedangkan, terkait Presiden Joko Widodo yang tidak menandatangani UU KPK hasil revisi, Saldi menjelaskan hal itu tidak bisa dijadikan tolok ukur terjadi pelanggaran formil.

Sebab, meski tidak ditandatangani presiden, UU KPK tetap berlaku dengan sendirinya apabila dalam waktu 30 hari tidak ditandatangani.

Perkara selanjutnya yang ditolak adalah permohonan dari Ricki Martin Sidauruk dan rekannya Gregorianus Agung yang berprofesi sebagai mahasiswa.

Mereka mengajukan permohonan pengujian konstitusionalitas Undang-Undang in casu Pasal 43 Ayat 1 UU KPK terhadap UUD 1945.

Berikutnya, Mahkamah juga menolak permohonan yang diajukan pengacara bernama Gregorius Yonathan Deowikaputra yang mengajukan permohonan uji formil dan materi UU KPK.

Dalam pengujian formil atas ia mempermasalahkan pembentukan UU KPK terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

Sedangkan pada pengujian materi ia mempermasalahkan materi muatan Pasal 11 ayat 1 huruf a sepanjang mengenai frasa "dan/atau" dan Pasal 29 huruf e pada UU KPK terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

"Dalam pengujian formil menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Dalam pengujian materiil menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Anwar.

Tiga perkara tak diterima

Lebih lanjut, MK juga memutuskan tidak menerima tiga permohonan uji materi dan uji formil UU KPK.

Adapun ketiga permohonan itu diajukan oleh Tenaga Ahli DPRD DKI Jakarta Zico Leonard Simanjuntak dengan empat rekannya.

Kemudian perkara yang diajukan aktivis anti korupsi Jovi Andrea Bachtiar dengan empat rekannya dan advokat Sholikah bersama 21 rekan advokatnya.

Dalam perkara yang diajukan oleh Zico, Mahkamah menyatakan permohonan pasal berkenaan dengan inkonstitusionalitas norma Pasal 12B, Pasal 12C, Pasal 12D, Pasal 37 Ayat 1 huruf b, Pasal 40, Pasal 47 UU KPK tidak dapat diterima.

"Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya," kata Anwar.

Sedangkan, Sholikah mengajukan permohonan uji formil dan materi. Pada uji materi ia mempermasalahkan Pasal 21 Ayat 1 huruf a yang mengatur adanya Dewan Pengawas KPK yang dinilai berpotensi mengurangi independensi KPK dan akan melemahkan kewenangan KPK.

Pada aspek formil, Sholikah mempermasalahkan mekanisme penyusunan UU KPK yang seharusnya berpedoman pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Namun dalam prosesnya MK justru menyatakan baik dari aspek formil dan materi, permohonan Sholikah dinyatakan tidak beralasan menurut hukum dan dinyatakan tidak dapat diterima atau ada juga yang ditolak.

Diterima sebagian

Namun, MK juga memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan uji materil UU KPK yang diajukan oleh sejumlah akademisi.

Mereka terdiri dari Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid, Dekan Fakultas Hukum UII Abdul Jamil, Direktur Pusat Studi HAM UII Yogyakarta Eko Riyadi, dan Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi FH UII Yogyakarta Ari Wibowo.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (4/5/2021).

MK mengabulkan permohonan uji materil terkait Pasal 12B Ayat 1 UU KPK mengenai izin tertulis Dewan pengawas KPK dalam proses penyadapan.

Hakim Konstitusi Aswanto mengatakan, kewenangan institusi penegak hukum tidak boleh diintervensi serta tidak boleh ada lembaga yang bersifat ekstra yudisial.

Sebab, intervensi akan menjadi ancaman bagi independensi penegak hukum dan dapat melemahkan prinsip negara hukum.

Menurut Aswanto, ketentuan mengenai izin tertulis Dewan Pengawas untuk melakukan penggeledahan dapat mengesankan bahwa pimpinan KPK merupakan subordinat.

Karenanya, MK menyatakan penyadapan tidak lagi memerlukan izin, namun pimpinan KPK hanya perlu memberitahukan informasi kepada Dewan Pengawas.

"Mahkamah menyatakan tindakan penyadapan yang dilakukan Pimpinan KPK tidak memerlukan izin dari Dewan Pengawas namun cukup dengan memberitahukan kepada Dewan Pengawas yang mekanismenya akan dipertimbangkan bersama-sama," kata Aswanto.


Permohonan lainnya yakni mengenai izin terkait penggeledahan dan penyidaan dari Dewan Pengawas. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 47 ayat (1) UU KPK.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menuturkan, penggeledahan dan penyitaan oleh KPK merupakan bagian dari tindakan pro justitia.

Sedangkan, Dewan Pengawas tidak termasuk unsur aparat penegak hukum. Dengan demikian, ketentuan izin terkait penggeledahan dan penyitaan dari Dewan Pengawas KPK tidak tepat.

"Frasa 'atas izin tertulis dari Dewan Pengawas' dalam Pasal 47 ayat (1) harus dimaknai menjadi 'dengan memberitahukan kepada Dewan Pengawas'," ucap Enny.

Permohonan lain yang dikabulkan MK yakni uji materil Pasal 1 angka 3 terkait penggunaan huruf kapital dalam frasa 'melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi'.

Pemohon menilai kata 'pencegahan' dan 'pemberantasan' seharusnya diawali huruf kapital. Sebab, penulisan dengan huruf kecil dinilai dapat mereduksi makna pemberantasan korupsi.

https://nasional.kompas.com/read/2021/05/05/09354491/rangkuman-putusan-mk-soal-uu-kpk-3-perkara-ditolak-3-tak-diterima-1

Terkini Lainnya

PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

Nasional
Hasto Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Hasto Sebut "Amicus Curiae" Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Nasional
Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nasional
PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik Supaya 'Survive'

PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik Supaya "Survive"

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

Nasional
Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Nasional
Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Nasional
PKB Sebut Prabowo dan Cak Imin Belum Bertemu Setelah Pilpres 2024

PKB Sebut Prabowo dan Cak Imin Belum Bertemu Setelah Pilpres 2024

Nasional
Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Nasional
PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Nasional
Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke