Progres pemenuhan target MEF sepanjang tahap II bisa dibilang minim. Pada 2014, MEF berada pada 54,97 persen. Artinya, dalam kurun waktu lima tahun pemenuhan alutsista hanya meningkat 8,22 persen.
Upaya tersebut tersendat karena mengalami sejumlah kendala. Salah satunya terkait keterbatasan anggaran.
Pasalnya, anggaran pertahanan Indonesia masih di bawah 1 persen dari Produk Domestik Bruto. Padahal idealnya, anggaran pertahanan sebuah negara itu di atas 1,2 persen dari PDB.
Selain itu, keberadaan alutsista tua tak lepas dari berhentinya peremajaan alutsista pada periode 1998 hingga 2008.
Anggaran pertahanan Indonesia kalah jauh dari Singapura yang hanya berpenduduk 5,9 juta jiwa, namun memiliki 72.500 personel militer aktif, 312.500 personel cadangan, dan anggaran militer 11.200 juta dolar AS atau Rp162,7 triliun.
Pada 2020, Indonesia menganggarkan Rp127,35 triliun untuk bidang pertahanan. Anggaran sebesar itu 41,6 persennya dipakai untuk belanja pegawai, 32,9 persen untuk belanja barang, dan 25,4 persen untuk belanja modal.
Sementara, anggaran untuk program modernisasi alutsista hanya sebesar Rp10,86 triliun.
Baca juga: Menengok Anggaran Alutsista Kemenhan di Bawah Pimpinan Prabowo
Pada 2021, Kemenhan mendapatkan alokasi pagu belanja sebesar Rp 136,99 triliun. Namun, tak semua untuk membeli alutsista.
Kemenhan mengalokasikan pengadaan alutsista hanya Rp 9,3 triliun. Kemenhan berencana melakukan modernisasi serta pemeliharaan dan perawatan alutsista untuk TNI AD sebesar Rp 2,65 triliun, TNI AL Rp 3,75 triliun, dan TNI AU Rp 1,19 triliun.
Cekaknya anggaran ini dituding menjadi salah satu pemicu pembelian alutsista bekas. Karena harganya jauh lebih murah dan bisa mendapatkan banyak armada.
Alutsista bekas harganya memang jauh lebih murah. Namun, biaya pemeliharaan dan potensi kecelakaannya lebih tinggi.
Sebenarnya pemerintah bisa melirik industri pertahanan dalam negeri guna peremejaan alustsista. Kita memiliki sejumlah BUMN yang bisa dimaksimalkan untuk industri pertahanan yakni PT Dirgantara Indonesia, PT Len Industri, PT Pindad, PT PAL dan PT Dahana.
Sayangnya, pemerintah terkesan tak serius memanfaatkan potensi ini. Wacana holdingisasi BUMN pertahanan yang sudah lama diwacanakan juga berjalan lamban.
Tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 merupakan kecelakaan kapal selam pertama di Indonesia. Namun, ini adalah kecelakaan kesekian yang menimpa alutsista kita yang kebanyakan sudah renta.
Untuk itu, hal ini harus menjadi catatan dan perhatian bersama. Bukan hanya karena menyangkut nyawa manusia, namun juga karena terkait kedaulatan bangsa.
Benarkah banyak alutsista TNI yang renta? Mengapa TNI lebih suka membeli alutsista bekas? Apa benar sulitnya memenuhi MEF karena keterbatasan anggaran?
Saksikan pembahasannya dalam talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (28/4/2021), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.