Salin Artikel

Belajar dari Tragedi KRI Nanggala-402

INDONESIA berduka. Sebanyak 53 patriot bangsa gugur saat menjalankan tugas, mengarungi samudera guna menjaga kedaulatan negara. Mereka terkubur bersama tenggelamnya Kapal Republik Indonesia (KRI) Nanggala-402. 

Kapal selam asal Jerman ini ditemukan pada kedalaman 838 meter. Kapal yang dibeli pada 1977 dan mulai bertugas pada 1981 ini terbelah menjadi tiga bagian.

TNI menyatakan, meski sudah berusia lanjut, kapal selam pabrikan Howaldtswerke ini masih laik digunakan karena mengantongi sertifikat kelaikan sampai 2022. Juga sempat menjalani perawatan di galangan Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering, Korea Selatan pada 2009-2012.

Bukan yang pertama

Karamnya KRI Nanggala-402 menambah panjang daftar kasus kecelakaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) kita. Selama enam tahun terakhir, telah terjadi belasan kasus kecelakaan. Korban meninggal mencapai ratusan jiwa pada kecelakaan semua matra.

Salah satu kecelakaan yang memakan korban banyak adalah jatuhnya Pesawat Hercules C-130 nomor registrasi A-1310 milik TNI Angkatan Udara (AU) di Jalan Jamin Ginting, Medan, Provinsi Sumatera Utara.

Sama seperti KRI Nanggala-402, usia pesawat Hercules ini juga sudah renta, yakni 50 tahun. Korban meninggal mencapai 122 orang dalam kecelakaan pada 30 Juni 2015 ini.

Dua pesawat Tim Aerobik Jupiter TNI AU juga jatuh saat ikut pameran alutsista di Langkawi Malaysia pada 2015. Pesawat tempur Hawk Mk-209 nomor ekor TT 0209 juga jatuh di Kampar, Riau pada 15 Juni 2020.

Tak hanya TNI AU, TNI Angkatan Darat (AD) juga pernah mengalami kecelakaan untuk tipe yang sama, yakni Helikopter MI-17 di Oksibil Papua pada 2019 dan 2020 di Kendal Jawa Tengah.

Kemudian Helikopter Bell-205 A1 di Yogyakarta pada 8 Juli 2016, Helikopter Bell-412 EP pada 20 Maret 2016. Kecelakaan juga menimpa Tank M113 di Purworejo, Jawa Tengah pada 10 Maret 2018.

Sementara untuk TNI Angkatan Laut (AL) terdapat sejumlah kecelakaan kapal sebelum KRI Nanggala-402. Kecelakaan itu di antaranya menimpa KRI Pati Unus-384 (2016), KRI Sibarau-847 (2017), KRI Rencong-622 pada (2018) KRI Teluk Jakarta 541 (2020).

Alutsista renta

Tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 harus menjadi pelajaran. Tragedi ini harus menjadi bahan evaluasi terkait kondisi alutsista TNI. Modernisasi dan peremajaan alutsista semestinya menjadi prioritas pemerintah agar kecelakaan tak terus berulang.

Upaya modernisasi alutsista sebenarnya sudah dipetakan melalui Minimum Essential Force (MEF) atau Kebutuhan Pokok Minimum yang dicanangkan pemerintah sejak 2007.

MEF dibagi ke beberapa tahap dengan jenjang waktu lima tahun. Tahap I dimulai pada 2010-2014, tahap II 2015-2019, dan tahap III 2020-2024. Harapannya MEF sudah dipenuhi 100 persen pada 2024.

Namun, menurut Pusat Kajian Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, capaian MEF tahap II masih mandek.

Seharusnya, pada 2019 MEF sudah mencapai target 75,54 persen. Namun, realitasnya MEF yang dipenuhi baru 63,19 persen.

Progres pemenuhan target MEF sepanjang tahap II bisa dibilang minim. Pada 2014, MEF berada pada 54,97 persen. Artinya, dalam kurun waktu lima tahun pemenuhan alutsista hanya meningkat 8,22 persen.

Upaya tersebut tersendat karena mengalami sejumlah kendala. Salah satunya terkait keterbatasan anggaran.

Pasalnya, anggaran pertahanan Indonesia masih di bawah 1 persen dari Produk Domestik Bruto. Padahal idealnya, anggaran pertahanan sebuah negara itu di atas 1,2 persen dari PDB.

Selain itu, keberadaan alutsista tua tak lepas dari berhentinya peremajaan alutsista pada periode 1998 hingga 2008.

Terkendala anggaran

Anggaran pertahanan Indonesia kalah jauh dari Singapura yang hanya berpenduduk 5,9 juta jiwa, namun memiliki 72.500 personel militer aktif, 312.500 personel cadangan, dan anggaran militer 11.200 juta dolar AS atau Rp162,7 triliun.

Pada 2020, Indonesia menganggarkan Rp127,35 triliun untuk bidang pertahanan. Anggaran sebesar itu 41,6 persennya dipakai untuk belanja pegawai, 32,9 persen untuk belanja barang, dan 25,4 persen untuk belanja modal.

Sementara, anggaran untuk program modernisasi alutsista hanya sebesar Rp10,86 triliun.

Pada 2021, Kemenhan mendapatkan alokasi pagu belanja sebesar Rp 136,99 triliun. Namun, tak semua untuk membeli alutsista.

Kemenhan mengalokasikan pengadaan alutsista hanya Rp 9,3 triliun. Kemenhan berencana melakukan modernisasi serta pemeliharaan dan perawatan alutsista untuk TNI AD sebesar Rp 2,65 triliun, TNI AL Rp 3,75 triliun, dan TNI AU Rp 1,19 triliun.

Cekaknya anggaran ini dituding menjadi salah satu pemicu pembelian alutsista bekas. Karena harganya jauh lebih murah dan bisa mendapatkan banyak armada.

Alutsista bekas harganya memang jauh lebih murah. Namun, biaya pemeliharaan dan potensi kecelakaannya lebih tinggi.

Sebenarnya pemerintah bisa melirik industri pertahanan dalam negeri guna peremejaan alustsista. Kita memiliki sejumlah BUMN yang bisa dimaksimalkan untuk industri pertahanan yakni PT Dirgantara Indonesia, PT Len Industri, PT Pindad, PT PAL dan PT Dahana.

Sayangnya, pemerintah terkesan tak serius memanfaatkan potensi ini. Wacana holdingisasi BUMN pertahanan yang sudah lama diwacanakan juga berjalan lamban.

Tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 merupakan kecelakaan kapal selam pertama di Indonesia. Namun, ini adalah kecelakaan kesekian yang menimpa alutsista kita yang kebanyakan sudah renta.

Untuk itu, hal ini harus menjadi catatan dan perhatian bersama. Bukan hanya karena menyangkut nyawa manusia, namun juga karena terkait kedaulatan bangsa.

Benarkah banyak alutsista TNI yang renta? Mengapa TNI lebih suka membeli alutsista bekas? Apa benar sulitnya memenuhi MEF karena keterbatasan anggaran?

Saksikan pembahasannya dalam talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (28/4/2021), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.

https://nasional.kompas.com/read/2021/04/28/10555581/belajar-dari-tragedi-kri-nanggala-402

Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke