Pemikirannya yang ingin menaikkan derajat kaum perempuan menjadi setara dengan kaum laki-laki dalam bidang pendidikan ialah pemikiran yang tidak lazim bagi masyarakat saat itu.
Apabila Kartini ingin memperjuangkan pemikirannya serta mengambil pilihan untuk menjadi perintis pendidikan bagi kaum merempuan, maka keluarganya adalah salah satu hal yang harus ia korbankan.
Sebab, cita-citanya untuk memperjuangkan kesetaraan pendidikan bagi kaum perempuan itu akan membuat hati kedua orangtuanya hancur.
Baca juga: Panggil Aku Kartini Saja, Potret Kekaguman Pramoedya...
Sebagai seorang perempuan bangsawan Jawa, RA Kartini harus berbakti kepada keluarganya atau masyarakat di sekitarnya.
Bahkan, dia sempat berpikir untuk mengubur dalam-dalam keinginannya itu demi menyenangkan hati keluarganya.
Namun, jika tidak ada yang memperjuangkan cita-cita tersebut, maka kesetaraan hak kaum perempuan dan kaum laki-laki tidak akan bisa terwujud.
Kartini juga sempat mengatakan hal tersebut kepada Prof Anton melalui surat itu. Ia merasa bahwa dirinya sedang dihadapkan pada dua pilihan yang sulit.
"Bagaimana sepatutnya membuat kebajikan sebesar-besarnya bagi manusia? Apakah dengan melalaikan diri sendiri, ataukah dengan mewujudkan kehendak diri sendiri? Apakah harus mengundurkan diri demi dua orang yang sangat dicintai, ataukah mewujudkan kehendak diri sendiri berbakti kepada keluarga besar masyarakat?"
Baca juga: Kandasnya Cita-cita Kartini dan Perjuangannya yang Relevan hingga Kini
Kartini memandang menjadi seorang ibu layaknya menjadi pendidik manusia yang paling utama. Sejak dilahirkan ke bumi, anak-anak akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama ibu.
Karena itu, seorang perempuan harus memiliki kecakapan dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu dan pendidik bagi anaknya.
"Melainkan karena kami yakin akan pengaruh besar yang datang dari kaum perempuan. Kami hendak menjadikan perempuan menjadi lebih cakap dalam melakukan tugas besar yang diletakkan oleh Ibu Alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik umat manusia yang utama," tulis Kartini.
Baca juga: Kisah Kartini "Mendobrak" Tata Krama yang Kaku di Keluarganya