Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titi Anggraini: Saat Sudah Berada di Posisi Strategis, Jangan Lupakan Perempuan Lainnya

Kompas.com - 22/04/2021, 21:08 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Pesta demokrasi tahun 1999 rasa-rasanya tak akan pernah terlupakan oleh seorang perempuan yang kini menjabat sebagai Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini.

Bagaimana tidak, bagi Titi Anggraini, pesta demokrasi yang disebut sebagai pemilihan umum (pemilu) itu menjadi batu lompatan untuk menapaki karirnya hingga seperti saat ini.

Saat itu, Titi yang masih menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu  didapuk menjadi salah satu wakil mahasiswa di Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Pusat.

Kepada Kompas.com, wanita yang telah menggeluti dunia kontestasi politik selama lebih dari 20 tahun itu nampak bersemangat melanjutkan ceritanya untuk mengenang masa-masa awal mula terjun ke dunia Pemilu.

Pada 1999, perempuan kelahiran 12 Oktober 1979 itu berdampingan dengan beberapa tokoh akademik sekelas Todung Mulya Lubis, Mulyana W Kusumah, Miriam Budiardjo, Jalaluddin Rakhmat hingga Ramlan Surbakti di Panwaslu.

"Ini lompatan pengalaman luar biasa. Bayangkan, mahasiswi semester 4 bergaul dengan para anggota Panwaslu yang memiliki nama-nama besar semua. Ini bisa dikatakan lompatan pergaulan saya dari seorang mahasiswa biasa, kemudian bergaul dengan tokoh-tokoh bangsa," kata Titi, Jumat (16/4/2021).

Reaksi Titi itu tak berlebihan. Karena memang benar, sosok-sosok yang berdampingan dengannya menjadi pengawas pemilu saat itu, bukanlah kaleng-kaleng.

Kendati demikian, perempuan lulusan SMAN 70 Bulungan, Jakarta Selatan bukan merupakan satu-satunya mahasiswa yang menjadi anggota Panwaslu kala itu.

Baca juga: Brigjen Ida Oetari Poernamasasi: Saya Pejuang Gender

Titi pun menyebut ada tiga kawan lain yang sama-sama mahasiswa Universitas Indonesia, turut bersamanya di Panwaslu.

"Jadi yang terpilih dari Universitas Indonesia itu ada empat mahasiswa dan dua dosen. Jadi ada enam perwakilan dari Universitas Indonesia yang kemudian diangkat menjadi anggota Panwaslu tingkat pusat untuk Pemilu 1999," jelasnya.

Menyukai tata kelola negara sejak SMA

Terpilihnya Titi menjadi salah satu mahasiswa yang turut andil dalam Panwaslu tak serta merta datang begitu saja.

Kesukaan Titi terhadap dunia politik, sejarah, dan tata kelola negara menjadi faktor penting terpilihnya ia sebagai anggota Panwaslu Pemilu 1999.

Diakuinya, kesukaan terhadap bidang-bidang tersebut bahkan sudah muncul sejak ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).

"Saya memang dari SMA senang sekali dengan sejarah, tata negara. Itu menjadi salah satu alat bantu saya dalam membangun kepercayaan diri," ujarnya.

Berawal dari kesukaannya terhadap mata pelajaran non eksakta itulah yang mengantar Titi jatuh cinta pada dunia hukum tata kelola negara.

Lulus SMA, ia pun melanjutkan kecintaannya itu dengan masuk Universitas Indonesia Fakultas Hukum pada tahun 1997.

Saat itu, disebutnya belum ada jurusan hukum tata negara, melainkan baru berupa program kekhususan.

"Alhamdulillah saya punya sedikit modal waktu itu karena saya jurusan hukum tata negara. Dulu belum jurusan namanya. Namanya program kekhususan hukum tata negara," kenangnya.

Baca juga: Pantang Pulang Sebelum Padam ala Irma Hidayana, Inisiator Platform LaporCovid-19

Mahasiswa berprestasi yang sempat jadi 'Nasakom'

Bagi generasi mahasiswa jadul alias jaman dulu, kata 'nasakom' atau nasib satu koma tentu selalu melekat dalam ingatan.

Julukan itu melekat bagi mahasiswa yang mendapatkan Indeks Prestasi (IP) semesternya yaitu satu koma (1,).

Meski merupakan mahasiswa berprestasi dan diperhitungkan, Titi rupanya pernah merasakan menjadi mahasiswa Nasakom.

Diakuinya, IP tersebut diperoleh ketika Titi aktif di Panwaslu Pemilu 1999. Terlalu lama mengurus Panwaslu pun diakuinya menjadi faktor 'ketertinggalan' di dunia perkuliahan yang menyebabkan IP semester Titi saat semester 5 hanya 1,73.

"Karena kelamaan ngurusin Panwaslu, saya itu termasuk sebelum di Panwaslu itu adalah mahasiswa yang baik. IP saya tidak pernah di bawah 3,5. Ketika di Panwaslu, kan mengawasi pemilu sangat aktif, saya mengalami Nasakom. IP saya itu 1,73," tuturnya.

"Selama satu semester bisa dikatakan saya jarang sekali hampir tidak pernah bisa masuk kuliah, kampus. Bahkan ikut ujian ala kadarnya karena tugas berkeliling Indonesia," sambung dia.

Meski memperoleh IP yang tentu tak diharapkan, Titi mengaku tak menyesal lantaran pembelajaran yang didapat di Panwaslu toh dapat mengantarnya sebagai pegiat demokrasi hingga kini.

Ia mengatakan, selama di Panwaslu, dirinya mendapat banyak pelajaran dan nilai demokrasi yang sesungguhnya dari para tokoh besar di sana.

Baca juga: Penny Lukito, Kepala BPOM Pilihan Jokowi yang Ditemani Keberanian dan Modal Pendidikan

"Saya terlibat di Panwaslu tahun 1999 dan saya belajar, dibimbing betul-betul secara cepat ya. Dipaksa untuk mengimplementasikan ilmu saya di sana. Dan di situlah saya belajar soal nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya dari para tokoh bangsa dan dari proses pemilu bersejarah tahun 1999," kata Titi.

Lulus cum laude bekerja di LSM

Singkat cerita, perjuangan Titi untuk menuntaskan perkuliahannya setelah selesai di Panwaslu pun datang juga.

Agaknya, pernah menjadi mahasiwi 'nasakom' tak membuat Titi putus asa. Justru, ia mampu menuntaskan perkuliahannya dengan predikat cum laude pada 2001, bahkan menjadi mahasiswa berprestasi utama di Fakultas Hukum UI.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com