Kehadiran perempuan di ruang publik
Cerita Titi agaknya membuat orang berpikir bahwa peran serta atau kehadiran perempuan di ruang publik mulai terbuka dan jelas terlihat.
Titi seolah telah mematahkan semua stigma yang ada bahwa perempuan hanya boleh berada dalam pekerjaan domestik atau dalam hal ini mengurus rumah tangga.
Justru, dari cerita Titi memperjuangkan Pemilu, kehadiran perempuan di ruang publik sangat dibutuhkan.
Hal ini menurut Titi, telah pula membuktikan bahwa perempuan mampu bersaing karena memiliki kapasitas dan kemampuan setara dengan laki-laki.
"Di sinilah kalau kita bicara soal kehadiran perempuan di ruang publik, dan di posisi strategis. Perempuan punya kapasitas yang saat ini sudah tidak diragukan," nilai Titi.
Namun, menurutnya tidaklah cukup hanya melihat perempuan punya kapasitas dan kemampuan jika menginginkan kesetaraan gender diwujudkan.
Ia melihat, ada satu hal penting yang sangat dibutuhkan selain kapasitas dan kemampuan perempuan, yaitu dukungan lingkungan.
Baca juga: Panggil Aku Kartini Saja, Potret Kekaguman Pramoedya...
Sebab, ia melihat bahwa dukungan lingkungan lah yang juga menjadi faktor, sehingga dirinya sempat menduduki jabatan sebagai Direktur Eksekutif Perludem.
"Saya belajar, ternyata kita tidak cukup hanya punya kapasitas dan kemampuan, tetapi juga harus punya lingkungan yang mendukung kita. Lingkungan yang mendukung kita termasuk orang yang mau memberikan kesempatan dan memberikan kepercayaan," jelasnya.
Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya dukungan dari lingkungan terhadap karya-karya dan gebrakan perempuan.
Dalam hal ini, ia berharap ada ruang dan kesempatan yang diberikan kepada mereka seluas-luasnya, jika memang benar ingin mewujudkan kesetaraan.
Tak hanya perempuan, menurutnya, ruang itu harus diberikan kepada semua orang yang termasuk dalam kelompok marginal termasuk generasi muda, kelompok minoritas, dan kaum disabilitas.
Pesan di Hari Kartini
Titi mengatakan, meski ruang sudah terbuka, masih banyak tantangan dan hambatan untuk mencapai kesetaraan.
Pada perayaan Hari Kartini tahun ini, perempuan peraih penghargaan Democracy Ambassador, International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA) pada 2017 itu pun berpesan agar semua pihak mengubah cara pandang dalam melihat kehadiran perempuan.
"Dan itu sangat diperlukan. Karena kebanyakan, teman-teman perempuan itu biasanya mengundurkan diri dari pekerjaannya di ruang publik, karena mereka tidak sanggup menanggung beban ganda. Ketika dia harus mengurusi rumah tangga dan mengurus kantor," tuturnya.
Pesan yang sama juga diutarakannya untuk politik dan pemilu Indonesia yang dinilainya justru masih sangat maskulin.
Salah satu yang disebutnya adalah faktor biaya politik yang tinggi, justru sangat merugikan perempuan jika ingin maju dalam kontestasi pemilu.
Hal ini karena menurutnya, perempuan lebih terbatas dalam mengakses modal daripada laki-laki.
"Karena masih ada stigma perempuan itu mengurusi domestik, laki-laki di ruang publik. Otomatis, kesempatan perempuan untuk mendapatkan modal untuk maju berkontestasi juga lebih terbatas," nilai dia.
Titi begitu banyak memberi pesan dan semangat bagi perempuan serta kaum marginal lainnya demi mewujudkan kesetaraan.
Hal itu tak berlebihan, sebab, apa yang ditekuninya selama ini adalah persoalan demokrasi yang tentu mengutamakan kesetaraan.
Bahkan, apabila Titi diandaikan sebagai sosok Kartini di masa kini, ia mengaku akan terus bergerak menyuarakan pendapat, gagasan, dan ide soal demokrasi yang sesungguhnya.
Ia mengatakan, dirinya akan terus menggalakkan pesan seperti apa demokrasi yang sejati dapat membangun ekosistem, dan lingkungan kerja yang inklusif.
"Inklusif ini dalam arti memberikan kesempatan pengembangan diri, sehingga hadir kesetaraan bagi semua di dalam mencapai target cita-cita dan harapan yang ingin diwujudkan," ungkapnya.
Selain itu, Titi juga ingin mewariskan konsep sisterhood atau persaudarian di antara perempuan-perempuan.
Jadi, kata dia, dalam konsep itu, perempuan betul-betul hadir untuk membangun dan memberi ruang penguatan kapasitas bagi perempuan lainnya yang mengalami hambatan.
"Itu yang harus ditanamkan kepada para perempuan. Ketika mereka sudah berada pada posisi strategis, posisi pengambil keputusan. Maka jangan lupakan, perempuan lain yang berada dalam situasi keterbatasan akses dan keterbatasan sumber daya untuk bisa mendapatkan kesempatan yang sama," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.