Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkumham: UKP Penanganan Kasus Pelanggaran HAM Berat Tidak Akan Hentikan Mekanisme Yudisial

Kompas.com - 13/04/2021, 06:06 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan membentuk Unit Kerja Presiden untuk Penanganan Peristiwa Pelanggaran HAM Berat (UKP-PPHB).

Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyebut, unit kerja ini tidak akan mencampuri mekanisme yudisial atau penyelesaian kasus melalui pengadilan.

Dirjen HAM Kemenkumham Mualimin Abdi mengatakan, mekanisme yudisial tetap menjadi ranah kewenangan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komnas HAM.

Baca juga: Unit Kerja Presiden Terkait Pelanggaran HAM Berat Disebut untuk Pulihkan Hak Korban

"Unit kerja ini nantinya tidak akan memengaruhi atau mencampuri urusan penindakan yudisial. Itu sudah ranahnya Komnas HAM dan Kejaksaan Agung," ujar Mualimin kepada Kompas.com, Senin (12/4/2021).

Mualimin menegaskan, mekanisme non-yudisial yang menjadi fokus UKP PPHB tidak lantas membuat pemerintah menghentikan mekanisme yudisial.

"Jadi bukan tindakan non-yudisial dilakukan, penyelesaian melalui mekanisme yudisialnya berhenti. Justru kalau proses hukumnya berjalan, dan upaya non-yudisial dengan pemulihan hak korban selesai, ini kan baik untuk korban," papar dia.

Mualimin mengatakan, UKP-PPHB bermaksud untuk memberikan jaminan bahwa negara hadir bagi korban atau keluarga korban kasus pelanggaran HAM berat.

Baca juga: LPSK Pertanyakan Tugas Unit Kerja Presiden Terkait Penanganan Pelanggaran HAM

Selain itu, kata Mualimin, unit kerja ini juga dipersiapkan karena Presiden Joko Widodo meminta segera ada penanganan pemerintah terhadap pelanggaran HAM berat.

Ia juga menjelaskan unit kerja ini bertujuan untuk melakukan penanganan non-yudisial, sembari menunggu Rancangan Undang-undang (RUU) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) disahkan.

"Jadi kalau RUU KKR selesai (disahkan), maka unit kerja akan dinyatakan selesai. Tapi kalau RUU KKR tidak selesai-selesai kita batasi (unit kerja) sampai 2024," pungkasnya.

Sebelumnya Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid meminta pemerintah dan DPR untuk menegaskan arti penanganan non-yudisial yang akan menjadi fokus UKP PPHB.

Baca juga: Amnesty: Bukan Rekonsiliasi jika Tanpa Pengakuan dan Pertanggungjawaban Pelaku

Menurut Usman penanganan non-yudisial pada pelanggaran HAM berat semestinya dilakukan berbarengan dengan penanganan yudisial.

Usman menyebut bahwa upaya non-yudisial diberikan ketika keadilan tidak didapatkan korban pada proses penanganan yudisialnya.

Dengan demikian upaya non-yudisial tidak dilakukan karena pelaku pelanggaran HAM berat tidak bisa ditindak.

"Tetapi lebih karena penghukuman itu tidak cukup memberi keadilan akibat kompleksitas kejahatan dan kerusakan yang ditimbulkan. Jadi pendekatan non-yudisial dan yudisial dalam standar internasional memiliki maksud keadilan," tutur Usman.

Baca juga: Utang yang Tak Kunjung Lunas: Pelanggaran HAM Berat pada Masa Lalu

Pada masa kampanye Pilpres 2014, Jokowi berkomitmen menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu dan menghapus impunitas. Komitmen tersebut juga tercantum dalam visi, misi, dan program aksi Nawa Cita.

Salah satu poin dalam sembilan agenda prioritas Nawa Cita, Jokowi berjanji akan memprioritaskan penyelesaian secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa lalu.

Kemudian Jokowi juga menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan delapan kasus pelanggaran HAM masa lalu disebutkan pula delapan kasus pelanggaran HAM masa lalu yang menjadi beban sosial politik.

Kedelapan kasus tersebut adalah kasus kerusuhan Mei 1998, Kasus Trisaksi, Semanggi I, Semanggi II, kasus penghilangan paksa, kasus Talangsari, Tanjung Priuk, dan Tragedi 1965.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com