Salin Artikel

Kemenkumham: UKP Penanganan Kasus Pelanggaran HAM Berat Tidak Akan Hentikan Mekanisme Yudisial

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan membentuk Unit Kerja Presiden untuk Penanganan Peristiwa Pelanggaran HAM Berat (UKP-PPHB).

Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyebut, unit kerja ini tidak akan mencampuri mekanisme yudisial atau penyelesaian kasus melalui pengadilan.

Dirjen HAM Kemenkumham Mualimin Abdi mengatakan, mekanisme yudisial tetap menjadi ranah kewenangan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komnas HAM.

"Unit kerja ini nantinya tidak akan memengaruhi atau mencampuri urusan penindakan yudisial. Itu sudah ranahnya Komnas HAM dan Kejaksaan Agung," ujar Mualimin kepada Kompas.com, Senin (12/4/2021).

Mualimin menegaskan, mekanisme non-yudisial yang menjadi fokus UKP PPHB tidak lantas membuat pemerintah menghentikan mekanisme yudisial.

"Jadi bukan tindakan non-yudisial dilakukan, penyelesaian melalui mekanisme yudisialnya berhenti. Justru kalau proses hukumnya berjalan, dan upaya non-yudisial dengan pemulihan hak korban selesai, ini kan baik untuk korban," papar dia.

Mualimin mengatakan, UKP-PPHB bermaksud untuk memberikan jaminan bahwa negara hadir bagi korban atau keluarga korban kasus pelanggaran HAM berat.

Selain itu, kata Mualimin, unit kerja ini juga dipersiapkan karena Presiden Joko Widodo meminta segera ada penanganan pemerintah terhadap pelanggaran HAM berat.

Ia juga menjelaskan unit kerja ini bertujuan untuk melakukan penanganan non-yudisial, sembari menunggu Rancangan Undang-undang (RUU) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) disahkan.

"Jadi kalau RUU KKR selesai (disahkan), maka unit kerja akan dinyatakan selesai. Tapi kalau RUU KKR tidak selesai-selesai kita batasi (unit kerja) sampai 2024," pungkasnya.

Sebelumnya Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid meminta pemerintah dan DPR untuk menegaskan arti penanganan non-yudisial yang akan menjadi fokus UKP PPHB.

Menurut Usman penanganan non-yudisial pada pelanggaran HAM berat semestinya dilakukan berbarengan dengan penanganan yudisial.

Usman menyebut bahwa upaya non-yudisial diberikan ketika keadilan tidak didapatkan korban pada proses penanganan yudisialnya.

Dengan demikian upaya non-yudisial tidak dilakukan karena pelaku pelanggaran HAM berat tidak bisa ditindak.

"Tetapi lebih karena penghukuman itu tidak cukup memberi keadilan akibat kompleksitas kejahatan dan kerusakan yang ditimbulkan. Jadi pendekatan non-yudisial dan yudisial dalam standar internasional memiliki maksud keadilan," tutur Usman.

Pada masa kampanye Pilpres 2014, Jokowi berkomitmen menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu dan menghapus impunitas. Komitmen tersebut juga tercantum dalam visi, misi, dan program aksi Nawa Cita.

Salah satu poin dalam sembilan agenda prioritas Nawa Cita, Jokowi berjanji akan memprioritaskan penyelesaian secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa lalu.

Kemudian Jokowi juga menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan delapan kasus pelanggaran HAM masa lalu disebutkan pula delapan kasus pelanggaran HAM masa lalu yang menjadi beban sosial politik.

Kedelapan kasus tersebut adalah kasus kerusuhan Mei 1998, Kasus Trisaksi, Semanggi I, Semanggi II, kasus penghilangan paksa, kasus Talangsari, Tanjung Priuk, dan Tragedi 1965.

https://nasional.kompas.com/read/2021/04/13/06061201/kemenkumham-ukp-penanganan-kasus-pelanggaran-ham-berat-tidak-akan-hentikan

Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke