Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moeldoko Disarankan Mundur, Max Sopacua: Biarlah Pak Jokowi Menilai

Kompas.com - 01/04/2021, 20:55 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan politisi Partai Demokrat Max Sopacua menegaskan soal hak prerogatif Presiden Joko Widodo dalam menentukan susunan kabinet pemerintahan.

Hal itu ia sampaikan dalam menanggapi saran sejumlah pihak agar Jokowi mencopot Moeldoko dari jabatan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), karena terlibat dalam polemik kepemimpinan Partai Demokrat.

"Jadi saya tidak menyalahkan pengamat menyampaikan itu supaya mundur saja tidak membebani Pak Jokowi. Tetapi kan hak prerogatif itu ada di Pak Jokowi bukan di kita. Biarlah Pak Jokowi menilai, kan ternyata aman-aman saja," kata politisi yang mendukung kepemimpinan Moeldoko di Demokrat itu, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/4/2021).

Baca juga: Pengamat: Sebaiknya Moeldoko Mundur dari Jabatan KSP

Secara terpisah, salah satu penggagas kongres luar biasa (KLB) yang mengatasnamakan Partai Demokrat, Darmizal menegaskan, pihaknya tidak akan ikut campur terkait jabatan Moeldoko di pemerintahan.

"Kami sebagai para kader-kadernya Pak Moeldoko sebagai ketum Partai Demokrat mengalir saja sepenuhnya kita serahkan sepenuhnya kepada bapak presiden," kata Darmizal.

Dalam KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada awal Maret, Moeldoko ditunjuk sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

KLB tersebut digelar oleh kubu yang kontra dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Kubu pendukung Moeldoko lantas mendaftarkan perubahan anggaran AD/ART dan kepengurusan Partai Demokrat ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Namun permohonan pengesahan itu ditolak pemerintah.

Baca juga: Politisi Demokrat Sarankan Moeldoko Mundur dari Jabatan KSP

Pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio berpendapat, Moeldoko sebaiknya mundur dari jabatan KSP setelah pemerintah menolak pengesahan kepengurusan Partai Demokrat versi KLB.

Jika tidak mundur, ia menyarankan Presiden Joko Widodo melakukan reshuffle agar Moeldoko tidak menjadi beban politik bagi pemerintah.

"Harusnya, demi Indonesia, kan Pak Moeldoko sering ngomong begitu, demi Presiden, sebaiknya beliau mengundurkan diri," kata Hendri saat dihubungi Kompas.com, Rabu (31/3/2021).

Baca juga: Manuver Moeldoko: Anomali Politik dan Masalah Etika Berdemokrasi

Hal senada diungkapkan Kepala Badan Pembina Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (BPOKK) Partai Demokrat Herman Khaeron.

Ia menilai, Moeldoko perlu menunjukkan tanggung jawab secara moral setelah pemerintah menolak pengesahan kepengurusan Partai Demokrat hasil KLB.

"Sebagai bentuk tanggung jawab moral, sebaiknya mundur," kata Herman kepada wartawan, Kamis (1/4/2021).

Menurut Herman, Moeldoko telah melanggar etika sebagai pejabat tinggi negara karena menerima tawaran sebagai ketua umum secara tidak sah.

"Semestinya dengan melakukan tindakan demi keuntungan pribadinya, sudah menabrak etika moral sebagai pejabat tinggi negara," ujarnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com