JAKARTA, KOMPAS.com - Muchtar Pakpahan tidak pernah bercita-cita menjadi seorang advokat, apalagi memimpin serikat buruh. Saat masih di SMA, Muchtar ingin menjadi dokter.
Begitu lulus, ia melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Methodis, Medan, Sumatera Utara, atas bantuan sang kakak, Budianto.
Namun perjalanan hidup Muchtar berubah. Hingga akhir hayatnya, ia dikenal sebagai tokoh buruh yang gigih memperjuangkan nasib rakyat kecil.
Baca juga: Tokoh Gerakan Buruh Muchtar Pakpahan Meninggal Dunia
Pria kelahiran 21 Desember 1953 itu merupakan tokoh yang mendirikan serikat buruh independen pertama di Indonesia. Ia mendirikan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) pada 1992.
Kala itu rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto hanya mengizinkan satu serikat buruh, yakni Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
Obsesi membela rakyat tertindas
Saat kuliah di Fakultas Kedokteran, keinginan Muchtar membela rakyat kecil muncul. "Entah kenapa obsesi saya membela rakyat tertindas muncul lagi saat kuliah di kedokteran," ucap Muchtar, dikutip dari arsip Harian Kompas, 18 September 1993.
Obsesi itu mungkin timbul dari pemberitaan di koran Medan tahun 1970-an yang memuat artikel tentang aktivitas pergerakan mahasiswa.
Mulai dari Hariman Siregar (Ketua DM UI), Muslim Tampubolon (Ketua DM ITB), Nelson Parapat (aktivis GMKI USU Medan) hingga Sufri Helmi Tanjung (tokoh HMI IAIN Medan).
"Kebetulan mereka itu berdarah Tapanuli. Akhirnya saya pun terbakar menegakkan keadilan," ujar Muchtar.
Baca juga: Saat Muchtar Pakpahan Munculkan Wacana Ganti Sistem Politik di Era Orde Baru
Faktor lainnya yakni perasaan senasib dengan banyak orang yang mengalami ketidakadilan dan rakyat kecil.
Selama kuliah, Muchtar mesti bekerja untuk membiayai hidupnya. Segala pekerjaaan ia lakoni, jadi tukang becak hingga penjual koran dan roti.
"Ya, pokoknya berganti-ganti, yang mana sempatlah," kata Muchtar. Sang kakak meninggal dunia ketika dia baru duduk di tingkat IV.
Suatu saat, selepas menarik becak, ia makan miso (semacam bakso--red) di warung kaki lima. Muchtar terlibat perkelahian dengan tiga berandal yang tidak mau membayar miso yang mereka makan.
"Rasa senasib, mungkin itu yang jadi penyebab menggelegaknya obsesi buat menegakkan keadilan," tuturnya.