"Namun, pasal ini justru menyasar kelompok dan individu bahkan pers yang mengkritik institusi dengan ekspresi yang sah. Lebih memprihatinkan pasal ini kerap digunakan untuk membungkam pengkritik Presiden," katanya.
Baca juga: Revisi UU ITE Tak Masuk Prolegnas Prioritas 2021, Safenet: Mengecewakan
Padahal, lanjut Ade, pasal terkait penghinaan Presiden telah dihapus Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap inkonstitusional.
Ia mencontohkan kasus Diananta yang divonis 3 bulan 15 hari oleh Pengadilan Negeri Kotabaru setelah menulis berita konflik lahan di Kalimantan Selatan antara warga dan pengusaha.
"Kemudian, Sadli Saleh pimpinan redaksi liputanpersada.com dilaporkan oleh Bupati Buton Tengah, Samahudin karena menyebarkan berita via Facebook dan Whatsapp," ujarnya.
Pasal berikutnya yang menjadi catatan LBH Pers adalah Pasal 36. Menurut Ade, pasal itu menambah ancaman pidana yang diatur dalam Pasal 27 sampai 34 UU ITE menjadi 12 tahun jika menimbulkan kerugian.
Keberadaan ketentuan tersebut, lanjut dia, berpotensi digunakan untuk memperberat ancaman pidana. Sehingga, memenuhi unsur untuk dilakukan penahanan.
"Kelima, pasal tentang pemblokiran yaitu Pasal 40 ayat 2b. Kewenangan mengenai pengaturan blocking dan filtering konten harus diatur secara tegas mekanismenya sesuai dengan due process of law. Kewenangan yang besar tanpa sistem kontrol dan pengawasan membuat kebijakan blokir internet berpotensi sewenang-wenang," jelasnya.
Baca juga: Revisi UU ITE Dinilai Jadi Tantangan Pemerintah
Ade mencontohkan, kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) saat melakukan pelambatan dan pemutusan akses internet di Papua serta Papua Barat pada akhir 2019.
Ia melanjutkan, saat ini LBH Pers bersama koalisi masyarakat sipil sedang melakukan permohonan uji materi terhadap Pasal 40 ayat 2b.
"Dalam uji materi yang kami ajukan, pada pokoknya kami meminta agar membatasi kewenangan dalam melakukan pemblokiran dan mendorong proses due process of law dalam setiap tindakan pemblokiran internet," terangnya.
LBH Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pun merekomendasikan Pemerintah dan DPR segera melakukan revisi menyeluruh pada UU ITE.
"Tidak sebatas penghinaan, pencemaran nama baik dan ujaran kebencian," ujar Ade.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.