Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Revisi Pasal dalam UU ITE yang Ancam Kebebasan Pers

Kompas.com - 11/03/2021, 10:19 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin mendesak pemerintah untuk segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Hal tersebut ia sampaikan saat memenuhi undangan dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Rabu (10/3/2021).

Ia meminta revisi dilakukan terhadap sejumlah pasal yang mengancam kebebasan pers.

"Kebebasan pers merupakan salah satu pilar penting sebuah negara hukum dan demokrasi. Oleh karena itu perlindungannya harus dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Ade dalam keterangannya, Rabu.

Baca juga: AJI Minta Pemerintah Serius soal Revisi UU ITE

LBH Pers memberikan beberapa catatan terhadap pasal-pasal yang dinilai bermasalah dalam UU ITE.

Terdapat lima pasal dalam UU ITE yang dinilai LBH Pers berpotensi menghambat kebebasan pers di antaranya Pasal 26 ayat (3), Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3), Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2), Pasal 36, dan Pasal 40 ayat (2b).

Ade menuturkan, Pasal 26 ayat (3) tentang penghapusan informasi elektronik berpotensi bertabrakan dengan UU Pers dan UU Keterbukaan Informasi Publik serta sejumlah peraturan perundang-undangan lain yang menjamin hak publik atas informasi dan kebebasan berekspresi.

Menurutnya, ketidakjelasan rumusan "informasi yang tidak relevan" dalam pasal tersebut, dapat digunakan untuk melanggengkan fenomena impunitas kejahatan dalam kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat, korupsi, atau kekerasan seksual.

Sebab, ia menilai hal itu dapat membuka peluang bagi pelaku termasuk pejabat publik untuk mengajukan penghapusan informasi tersebut, termasuk informasi yang diproduksi pers.

"Kedua, pasal pencemaran nama baik dan penghinaan Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3). Pasal ini menambah risiko kriminalisasi terhadap wartawan yang melakukan kerja jurnalistik dengan tuduhan pencemaran dan penghinaan," ungkap Ade.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil: Ketidakadilan UU ITE Sangat Mudah Ditemukan

Ade berpandangan, rumusan pasal itu terlalu luas sehingga kerap digunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi dan berpendapat di ruang online, tak terkecuali wartawan.

Ia mencontohkan beberapa kasus wartawan yang terjerat UU ITE Pasal 27 ayat 3 seperti wartawan Mediarealitas.com M Reza yang divonis 1 tahun penjara karena terbukti bersalah usai menulis berita tentang dugaan penyalahgunaan wewenang.

"Jika melihat dari kasus-kasus di atas, serangan balik kepada wartawan saat melakukan kerja wartawan sangat nyata. Dan pasal 27 ayat (3) UU ITE menjadi salah satu peraturan yang berkontribusi memuluskan serangan balik kepada kebebasan pers," tuturnya.

Kemudian, pasal tentang ujaran kebencian yang diatur dalam Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) UU ITE.

Ade mengatakan, seharusnya pasal tersebut dirumuskan sesuai dengan tujuan awal perumusan tindak pidana tentang propaganda kebencian.

"Namun, pasal ini justru menyasar kelompok dan individu bahkan pers yang mengkritik institusi dengan ekspresi yang sah. Lebih memprihatinkan pasal ini kerap digunakan untuk membungkam pengkritik Presiden," katanya.

Baca juga: Revisi UU ITE Tak Masuk Prolegnas Prioritas 2021, Safenet: Mengecewakan

Padahal, lanjut Ade, pasal terkait penghinaan Presiden telah dihapus Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap inkonstitusional.

Ia mencontohkan kasus Diananta yang divonis 3 bulan 15 hari oleh Pengadilan Negeri Kotabaru setelah menulis berita konflik lahan di Kalimantan Selatan antara warga dan pengusaha.

"Kemudian, Sadli Saleh pimpinan redaksi liputanpersada.com dilaporkan oleh Bupati Buton Tengah, Samahudin karena menyebarkan berita via Facebook dan Whatsapp," ujarnya.

Pasal berikutnya yang menjadi catatan LBH Pers adalah Pasal 36. Menurut Ade, pasal itu menambah ancaman pidana yang diatur dalam Pasal 27 sampai 34 UU ITE menjadi 12 tahun jika menimbulkan kerugian.

Keberadaan ketentuan tersebut, lanjut dia, berpotensi digunakan untuk memperberat ancaman pidana. Sehingga, memenuhi unsur untuk dilakukan penahanan.

"Kelima, pasal tentang pemblokiran yaitu Pasal 40 ayat 2b. Kewenangan mengenai pengaturan blocking dan filtering konten harus diatur secara tegas mekanismenya sesuai dengan due process of law. Kewenangan yang besar tanpa sistem kontrol dan pengawasan membuat kebijakan blokir internet berpotensi sewenang-wenang," jelasnya.

Baca juga: Revisi UU ITE Dinilai Jadi Tantangan Pemerintah

Ade mencontohkan, kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) saat melakukan pelambatan dan pemutusan akses internet di Papua serta Papua Barat pada akhir 2019.

Ia melanjutkan, saat ini LBH Pers bersama koalisi masyarakat sipil sedang melakukan permohonan uji materi terhadap Pasal 40 ayat 2b.

"Dalam uji materi yang kami ajukan, pada pokoknya kami meminta agar membatasi kewenangan dalam melakukan pemblokiran dan mendorong proses due process of law dalam setiap tindakan pemblokiran internet," terangnya.

LBH Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pun merekomendasikan Pemerintah dan DPR segera melakukan revisi menyeluruh pada UU ITE.

"Tidak sebatas penghinaan, pencemaran nama baik dan ujaran kebencian," ujar Ade.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com