Kasus-kasus korupsi yang menjerat Gayus, Bahasyim Assifie, maupun Dhana Widyatmika, menurut Egi merupakan fenomena puncak gunung es permasalahan korupsi pajak di Indonesia.
"Skandal perpajakan perlu dijadikan perhatian serius. Tentu kita tidak lupa bahwa pajak telah menjadi 'mainan' banyak pihak," ucap Egi.
Baca juga: Imigrasi Cegah 2 ASN Ditjen Pajak ke Luar Negeri Terkait Dugaan Suap Pajak
Bahkan, menurut Egi, terdapat pihak yang diduga membajak kebijakan guna mencari keuntungan.
Lebih jauh, Dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2020 tentang Penanganan Covid-19, ia menyebut, terdapat penurunan tarif pajak penghasilan bagi Wajib Pajak Badan (PPh Badan).
Tarif pajak bagi wajib pajak badan kini dikenakan sebesar 22 persen dan akan menurun lagi menjadi 20 persen pada tahun 2022.
Jumlah ini, kata dia, menurun dari tarif yang diatur dalam UU nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan sebesar 28 persen.
"Penurunan tarif ini patut dicurigai sebagai upaya pihak-pihak tertentu untuk mendapat keuntungan," kata Egi.
Selain itu, lanjut dia, pengaturan tersebut juga telah diusulkan dalam omnibus law klaster perpajakan. Namun kemudian ketentuan itu “disisipkan” dalam UU nomor 2 tahun 2020 ketika pandemi muncul.
"Omnibus law klaster perpajakan sendiri urung disahkan tanpa alasan yang jelas. Ini memunculkan dugaan kuat adanya upaya sistematis dari sejumlah pihak dan semakin kuatnya pengaruh mereka dalam pengambilan kebijakan," ucap Egi.
Baca juga: Sri Mulyani Jelaskan Kronologi Kasus Suap Pegawai Ditjen Pajak
Menurut Egi, jika praktik ini dapat disebut sebagai bagian dari mafia perpajakan, maka skandal perpajakan dan praktik mafia mesti dibongkar seluruhnya.
Jika telah terjadi suap berulang kali kepada pejabat pajak, maka, menurut dia, sistem pengawasan internal yang berjalan saat ini gagal mencegah penyelewengan.
"Maka pada tataran tata kelola di Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani perlu me-review kembali dan membenahi sistem pengawasan internal di DJP Kementerian Keuangan agar wilayah rawan suap di lingkungan DJP dapat dipetakan dan dibenahi," ucap Egi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.