Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/03/2021, 19:41 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Partai Demokrat menyatakan, pemerintah mesti melindungi dan mengayomi Partai Demokrat yang sah dan melawan tindakan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Kongres luar biasa (KLB) yang digelar oleh kelompok kontra-Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menetapkan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode 2021-2025.

"Pemerintah wajib melindungi dan mengayomi Partai Demokrat yang sah dan melawan tindakan Moeldoko guna menjaga iklim demokrasi Indonesia serta menegakkan keadilan," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra dalam keterangan tertulis, Sabtu (6/3/2021).

Baca juga: Pengamat: Saatnya AHY Kumpulkan DPD dan DPC, Tunjukkan Demokrat Solid

Terlebih, kata Herzaky, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat dan kepenugurusan Partai Demokrat yang dipimpin AHY telah disahkan oleh Kemenkumham.

"Jadi, sangat tidak adil jika pemerintah masih menerima hasil KLB abal-abal yang menetapkan Moeldoko, apalagi hanya menganggap ini isu internal," ujar Herzaky.

Herzaky menegaskan, KLB tersebut bukanlah masalah internal karena melibatkan Moeldoko selaku pihak eksternal yang terang-terangan terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan menerima keputusan tersebut.

Ia mengatakan, perbuatan tersebut inkonstitusional karena KLB digelar tidak sesuai dengan syarat-syarat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat.

"Sehingga tindakan penyelenggaraan KLB dagelan ini merupakan perbuatan melawan hukum. Bahkan, KSP Moeldoko bisa dikatakan melakukan 'abuse of power' mengingat posisinya yang sangat dekat dengan kekuasaan," kata Herzaky.

Baca juga: Demokrat Khawatir Manuver Moeldoko Dibiarkan oleh Jokowi

Adapun hal ini disampaikan Herzaky menanggapi pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang menyebut konflik Partai Demokrat baru menjadi persoalan hukum ketika kelompok KLB mendaftarkan kepengurusan baru Demokrat hasil KLB ke Kementerian Hukum dan HAM.

"Kasus KLB PD baru akan jadi masalah hukum jika hasil KLB itu didaftarkan ke Kemenkumham. Saat itu Pemerintah akan meneliti keabsahannya berdasar UU dan AD/ART parpol," kata Mahfud dalam akun Twitter resminya, Sabtu (6/3/2021).

Mahfud mengatakan, pemerintah sejak masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri hingga Joko Widodo tidak pernah melarang adanya KLB atau musyawarah nasional luar biasa (Munaslub).

Baca juga: Mahfud MD: Kasus Partai Demokrat Jadi Masalah Hukum jika Hasil KLB Didaftarkan ke Kumham

Sebab, kata dia, pemerintah menghormati independensi internal partai politik.

"Risikonya, pemerintah dituding cuci tangan, tetapi kalau melarang atau mendorong bisa dituding intervensi, memecah belah, dan sebagainya," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Mulai Dibangun September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Mulai Dibangun September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok Ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok Ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

Nasional
Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Nasional
Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Nasional
Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Nasional
Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Nasional
Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

Nasional
Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

Nasional
Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

Nasional
Ketua DPRD DKI, Masinton, dan Ade Armando Terancam Gagal Tembus DPR dari 'Dapil Neraka' Jakarta II

Ketua DPRD DKI, Masinton, dan Ade Armando Terancam Gagal Tembus DPR dari "Dapil Neraka" Jakarta II

Nasional
Dugaan Penggelembungan Suara PSI di Sorong Selatan: 0 di TPS Jadi 130 di Kecamatan

Dugaan Penggelembungan Suara PSI di Sorong Selatan: 0 di TPS Jadi 130 di Kecamatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com