Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
A Kurniawan Ulung
Dosen

Dosen program studi Hubungan Internasional di Universitas Satya Negara Indonesia

Aksi Nirkekerasan dan Tantangannya di Tengah Ancaman UU ITE

Kompas.com - 04/03/2021, 14:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBAGIAN besar masyarakat Indonesia mungkin masih mengingat kritik musisi Jerinx terhadap Ikatan Dokter Indonesia (IDI), kritik peneliti Ravio Patra terhadap staf khusus presiden, dan kritik dosen Hadi Purnomo terhadap Presiden Joko Widodo.

Hadi lalu dinonaktifkan, sedangkan Jerinx dan Ravio ditangkap. Jerinx kemudian dijatuhi pidana berupa hukuman 14 bulan penjara dan denda Rp 10 juta.

Di tengah absennya kebebasan berekspresi, Presiden Jokowi justru menulis status yang cukup mengejutkan di halaman media sosialnya beberapa saat lalu: ia meminta masyarakat menyampaikan kritik kepada pemerintah dan melaporkan mal administrasi pelayanan publik.

Baca juga: Jokowi: UU ITE Bisa Direvisi apabila Implementasinya Tidak Adil

Status tersebut menyiratkan, presiden tampaknya tidak tahu bahwa banyak orang saat ini takut dan khawatir dalam menyampaikan kritik karena banyaknya korban kriminalisasi kebebasan berekspresi di Indonesia.

Jika ingin mendengar kritik masyarakat terhadap kinerjanya, Presiden Jokowi perlu terlebih dahulu menumbuhkan kembali keberanian mereka dan menjamin bahwa mereka tidak akan dikriminalisasi.

Aksi Nirkekerasan

Memanfaatkan media sosial untuk melontarkan kritik dan menyampaikan sudut pandang yang berbeda atas isu yang sedang diperjuangkan seperti apa yang dilakukan oleh Jerinx, Ravio, dan Hadi, disebut teach-in dalam metode aksi nirkekerasan.

Teach-in merupakan bagian dari 198 bentuk aksi nirkekerasan yang dirangkum oleh ilmuwan politik Gene Sharp dalam bukunya yang berjudul “The Politics of Nonviolent Actions.”

Dalam aksi nirkekerasan, kritik dan protes tidak disampaikan secara langsung seperti tatap muka dalam proses negosiasi, melainkan diekspresikan melalui berbagai macam aksi tanpa unsur kekerasan, seperti membuat aksi diam, menggalang aksi boikot, dan menciptakan slogan, karikatur, dan simbol.

Baca juga: Ibu Dipenjara Bersama Bayinya karena UU ITE, Polri: Penegakan Hukum Upaya Terakhir

Walaupun konstitusi menjamin hak setiap warga negara dalam berpendapat dan Indonesia juga telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, korban-korban baru kriminalisasi kebebasan berekspresi terus bermunculan di Indonesia.

Sepanjang tahun 2020, Amnesty International Indonesia mencatat 119 kasus pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi dan 141 orang terlapor, mulai dari pelajar, dosen, hingga wartawan. Sebanyak 35,9 persen dari total jumlah pelapor ialah pejabat negara.

Dalam daftar kasus tersebut, Hadi, misalnya, dituduh menyebarkan ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo, sedangkan Jerinx dituduh mencemarkan nama baik IDI.

Baca juga: Putusan Banding, Vonis Jerinx Berkurang Jadi 10 Bulan Penjara

Banyaknya korban kriminalisasi kebebasan berekspresi di Indonesia menunjukkan bahwa aksi nirkekerasan belum sepenuhnya dipahami sebagai bagian dari sistem demokrasi yang seharusnya menjamin perbedaan aspirasi, pendapat dan sudut pandang.

Menurut laporan Institute of International Studies (IIS) Universitas Gadjah Mada, terdapat 333 aksi nirkekerasan di Indonesia pada tahun 2020, meningkat dari 188 pada tahun 2018.

Pada tahun lalu, aksi nirkekerasan mengangkat sejumlah isu, mulai dari menolak Undang-Undang Cipta Kerja, mengkritik penanganan Covid-19, hingga memprotes kekerasan seksual.

Karikatur Presiden Jokowi dengan bayangan pinokio di sampul Majalah Tempo pada tahun lalu juga merupakan bentuk aksi nirkekerasan. Majalah Tempo kemudian dilaporkan oleh sejumlah pendukung presiden ke Dewan Pers karena gambar bayangan hidung panjang pinokio dinilai sebagai bentuk penghinaan terhadap kepala negara.

Baca juga: Pengalaman Ravio Patra Dijerat UU ITE, Difitnah hingga Dituduh Mata-mata Asing

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com