JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Ravio Patra membagikan pengalamannya ketika dijerat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam kasus dugaan penyebaran pesan hasutan berbuat keonaran melalui aplikasi WhatsApp.
Ravio membeberkan pengalamannya ketika diminta pendapat Tim Kajian UU yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang, Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pada melalui virtual, Selasa (2/3/2021).
"Saya dikata-katain, difitnah dinarasikan sebagai mata-mata asing suatu negara. Kalau saya bereaksi dengan melaporkan banyak orang-orang, ujungnya satu negara dipenjara, kan?," ujar Ravio dalam keterangan tertulis, Kemenko Polhuka, Rabu (3/3/2021).
Baca juga: Kabareskrim: Kasus Guru Laporkan Siswa dengan UU ITE di NTT Berakhir Damai
Ravio mengatakan, bahwa kasus yang menjeratnya tak ubahnya sebagai bentuk pengekangan kebebasan sipil.
Karena itu, kata dia, hukum seharusnya menciptakan ketertiban, bukan memunculkan kaos di kalangan masyarakat. Ravio secara pribadi menginginkan supaya UU ITE dihapuskan.
"Saya sebenarnya secara pribadi saya penginnya dihapus, tapi karena saya juga paham ada kebutuhan, karena saya juga mengakui, juga memahami, bahwa secara global banyak negara masih belajar mengatur medium internet," kata Ravio.
Namun demikian, lanjut dia, apa yang terjadi di Indonesia sudah keterlaluan. Bahkan, menjurus ke sifat beringas karena tidak adanya moderasinya mengenai internet.
"Kalau saya tidak punya prinsip bahwa UU ITE ini bentuk mengekang kebebasan sipil, saya bisa laporkan orang-orang yang ketika saya mengalami kriminalisasi tahun lalu misalnya, kalau saya hitung ada ratusan orang yang bisa saya UU ITE kan," imbuh Patra.
Dalam diskusi virtual itu, Tim Kajian UU ITE meminta sejumlah narasumber yang pernah menjadi pelapor maupun terlapor terkait UU ITE.
Dari pihak terlapor meliputi Muhammad Arsyad, Ravio Patra, Prita Mulyasari, Yahdi Basma, dan Teddy Sukardi.
Sementara dari kalangan pelapor adalah Alvin Lie, Nikita Mirzani, Dewi Tanjung, dan Muannas Al Aidid.
Baca juga: Tak Ingin UU ITE Dihapus, Nikita Mirzani: Netizen Nanti Pada Bar-bar
Pembentukan tim ini tertuang dalam Keputusan Menko Polhukam (Kepmenko Polhukam) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Tim Kajian Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tertanggal 22 Februari 2021.
Adapun komposisi Tim Kajian UU ITE terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana.
Tim Pengarah terdiri dari Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. Tim ini akan melakukan kajian selama dua hingga tiga bulan ke depan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.