JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menyebut penyebab utama kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yakni ulah perusahaan dan masyarakat dengan motif ekonomi.
Sebab, menurut Jokowi, banyak perusahaan dan masyarakat yang membuka lahan dengan cara dibakar.
"99 persen kebakaran hutan itu adalah ulah manusia, baik itu yang disengaja maupun yang tidak disengaja, karena kelalaian," kata Jokowi, dalam Rakornas Pengendalian Karhutla di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/2/2021).
"Motif utamanya selalu satu, ekonomi, karena saya tahu pembersihan lahan lewat pembakaran itu adalah cara paling murah," tuturnya.
Baca juga: Greenpeace: 4,4 Juta Hektar Lahan Terbakar dalam Karhutla 2015-2019
Oleh sebab itu, Jokowi mengingatkan pentingya solusi yang permanen. Masyarakat dan korporasi harus mulai diedukasi tentang ancaman yang timbul dari pembakaran hutan.
Jokowi ingin pembukaan lahan, baik oleh perusahaan maupun masyarakat, tak lagi melalui pembakaran.
"Ini harus ditata ulang. Cari solusi agar korporasi dan masyarakat membuka lahannya tidak dengan cara membakar," ujarnya.
Baca juga: Jokowi: Pejabat Baru agar Tahu Aturan Main, Dicopot jika Tak Tangani Karhutla
Selain itu, Jokowi meminta kepolisian menindak tegas pelaku pembakaran hutan.
Ia mengatakan, penegakan hukum yang tegas harus diterapkan kepada siapa pun, baik pada korporasi pemilik konsesi maupun masyarakat.
"Saya minta langkah penegakan hukum dilakukan tanpa kompromi," kata Jokowi.
Jokowi ingin sanksi yang diberikan menimbulkan efek jera sehingga tak ada lagi kejadian serupa.
"Terapkan sanksi yang tegas bagi pembakar hutan dan lahan, baik sanksi administrasi, perdata maupun pidana," kata dia.
Baca juga: Membaca Pola Karhutla
Berdasarkan investigasi Greenpeace, terdapat 4,4 juta hektar hutan dan lahan di Indonesia yang terbakar dalam kurun 2015 hingga 2019.
Dari jumlah tersebut, 3,65 juta hektar merupakan kebakaran di lokasi yang baru, sebagai indikasi adanya ekspansi perkebunan. Sedangkan1,3 juta hektar atau sekitar 30 persen berada di konsesi kelapa sawit dan bubur kertas.
Selain itu, 500 ribu hektar areal yang terbakar di tahun 2015 telah terbakar lagi di tahun 2019.
Baca juga: KPK Temukan Pelanggaran Izin Industri Sawit hingga Deforestasi di Papua Barat