Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Sebut Kebakaran Hutan Disebabkan Ulah Korporasi dan Masyarakat

Kompas.com - 22/02/2021, 16:22 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menyebut penyebab utama kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yakni ulah perusahaan dan masyarakat dengan motif ekonomi.

Sebab, menurut Jokowi, banyak perusahaan dan masyarakat yang membuka lahan dengan cara dibakar.

"99 persen kebakaran hutan itu adalah ulah manusia, baik itu yang disengaja maupun yang tidak disengaja, karena kelalaian," kata Jokowi, dalam Rakornas Pengendalian Karhutla di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/2/2021).

"Motif utamanya selalu satu, ekonomi, karena saya tahu pembersihan lahan lewat pembakaran itu adalah cara paling murah," tuturnya.

Baca juga: Greenpeace: 4,4 Juta Hektar Lahan Terbakar dalam Karhutla 2015-2019

Oleh sebab itu, Jokowi mengingatkan pentingya solusi yang permanen. Masyarakat dan korporasi harus mulai diedukasi tentang ancaman yang timbul dari pembakaran hutan.

Jokowi ingin pembukaan lahan, baik oleh perusahaan maupun masyarakat, tak lagi melalui pembakaran.

"Ini harus ditata ulang. Cari solusi agar korporasi dan masyarakat membuka lahannya tidak dengan cara membakar," ujarnya.

Baca juga: Jokowi: Pejabat Baru agar Tahu Aturan Main, Dicopot jika Tak Tangani Karhutla

Selain itu, Jokowi meminta kepolisian menindak tegas pelaku pembakaran hutan.

Ia mengatakan, penegakan hukum yang tegas harus diterapkan kepada siapa pun, baik pada korporasi pemilik konsesi maupun masyarakat.

"Saya minta langkah penegakan hukum dilakukan tanpa kompromi," kata Jokowi.

Jokowi ingin sanksi yang diberikan menimbulkan efek jera sehingga tak ada lagi kejadian serupa.

"Terapkan sanksi yang tegas bagi pembakar hutan dan lahan, baik sanksi administrasi, perdata maupun pidana," kata dia.

Baca juga: Membaca Pola Karhutla

Berdasarkan investigasi Greenpeace, terdapat 4,4 juta hektar hutan dan lahan di Indonesia yang terbakar dalam kurun 2015 hingga 2019.

Dari jumlah tersebut, 3,65 juta hektar merupakan kebakaran di lokasi yang baru, sebagai indikasi adanya ekspansi perkebunan. Sedangkan1,3 juta hektar atau sekitar 30 persen berada di konsesi kelapa sawit dan bubur kertas.

Selain itu, 500 ribu hektar areal yang terbakar di tahun 2015 telah terbakar lagi di tahun 2019.

Baca juga: KPK Temukan Pelanggaran Izin Industri Sawit hingga Deforestasi di Papua Barat

Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Asia Tenggara Kiki Taufik mengatakan, delapan dari sepuluh perusahaan kelapa sawit dengan area lahan terbakar terbesar dari 2015 hingga 2019, belum menerima sanksi apa pun.

Sanksi diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelepasan atau pembatalan Hak Guna Usaha atau Hak Pakai pada lahan yang terbakar.

“Apabila kurang dari, atau sama dengan 50 persen dari luas lahan Hak Guna Usaha atau Hak Pakai, maka Hak Guna Usaha atau Pak Pakai dilepaskan oleh pemegang Hak Guna Usaha atau Hak Pakai, atau dibatalkan seluas lahan yang terbakar," jelas Kiki, dalam keterangan pers secara virtual Kamis (22/10/2020).

Baca juga: BNPB Siapkan 11 Helikopter untuk Penanganan Karhutla di Riau

 

Aturan yang sama berlaku pada lahan yang terbakar lebih dari 50 persen. Pemegang Hak Guna Usaha atau Hak Pakai harus membayar melalui kas negara ganti kerugian sebesar Rp 1 miliar per hektar lahan yang terbakar, atau dibatalkan seluruh Hak Guna Usaha dan Hak Pakainya.

Luas lahan yang terbakar di konsesi kelapa sawit pada 2015 hingga 2019 mencapai 621.524 hektar.

Kebakaran lahan lain juga terjadi di konsesi perusahaan bubur kertas yang dalam rentang 2015-2019 mencapai 679.328 hektar.

Greenpeace menyebutkan 10 perusahaan bubur kertas dengan luas area terbakar terbesar memiliki kebakaran berulang di kawasan konsesi mereka.

Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Rusmadya Maharuddin menilai, berulangnya kasus kebakaran lahan tersebut terjadi karena sanksi belum memberikan efek jera.

Ia menyebut karhutla yang berulang pada periode 2015-2019 justru terjadi di area konsesi perusahaan yang sebelumnya telah mendapat sanksi administrasi berupa pembekuan izin pada 2015.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com