Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kode Inisiatif: 80 Persen Perkara Pilkada Ditolak MK karena Lewati Ambang Batas Permohonan

Kompas.com - 18/02/2021, 14:50 WIB
Sania Mashabi,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Lembaga Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mengatakan, alasan paling banyak digunakan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tidak menerima perkara sengketa Pilkada 2020 adalah karena tidak dipenuhinya ambang batas pengajuan permohonan.

Menurut Ihsan, dari 90 perkara yang tidak diterima 72 di antaranya dinilai tidak memenuhi ambang batas pengajuan permohonan.

"Justru ternyata putusan yang tidak dapat diterima dengan alasan melewati ambang batas ini angkanya sangat signifikan jumlahnya. Itu ada 72 perkara. Atau kalau kami persentasekan 80 persen," kata Ihsan dalam konferensi persnya, Kamis (18/2/2021).

Baca juga: 32 Sengketa Pilkada di MK Lanjut Tahap Pembuktian, Ini Daftar Daerahnya

Adapun peraturan mengenai ambang batas pengajuan permohonan ini tercantum dalam Pasal 158 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Sementara alasan lain tidak diterimanya sengketa pilkada karena melewati tengang waktu pengajuan permohonan yakni tiga hari kerja setelah hasil penghitungan suara ditetapkan.

"Ada juga 15 perkara yang MK tidak dapat diterima karena memang lewat waktu sebagaimana yang telah ditentukan yakni tiga hari kerja," ujarnya.

Kemudian, lanjut Ihsan, pihaknya juga mengidentifikasi ada dua perkara yang tidak dapat diterima oleh MK karena diajukan oleh bakal pasangan calon.

Ia menjelaskan, UU Pilkada dan Peraturan MK bakal pasangan calon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan sengketa hasil pilkada.

Baca juga: 100 Perkara Sengketa Pilkada 2020 Kandas di MK

"Selain yang diajukan bakal calon, kami juga menemukan ada satu perkara yang ternyata perkara tersebut diajukan oleh pemantau pemilihan tapi tidak terakreditasi oleh KPU," ungkapnya.

"Nah karena pemantau pemilihan ini tdk terakreditasi oleh KPU maka dia tdk memiliki legal standing, kedudukan hukum untuk mengajukan sengketa hasil," ucap dia.

Diketahui, sejak 15 hingga 17 Februari 2021 MK sudah memutus 100 perkara sengketa hasil pilkada.

Jika dirincikan sebanyak 90 perkara dinyatakan tidak dapar diterima, enam permohonan ditarik kembali, dua permohonan gugur dan dua perkara MK tidak berwenang mengadili.

Jumlah perkara yang teregistrasi di MK tercatat ada 132 perkara. Dengan demikian ada 32 perkara yang akan lanjut ke tahap pembuktian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com