JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Lembaga Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mengatakan, alasan paling banyak digunakan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tidak menerima perkara sengketa Pilkada 2020 adalah karena tidak dipenuhinya ambang batas pengajuan permohonan.
Menurut Ihsan, dari 90 perkara yang tidak diterima 72 di antaranya dinilai tidak memenuhi ambang batas pengajuan permohonan.
"Justru ternyata putusan yang tidak dapat diterima dengan alasan melewati ambang batas ini angkanya sangat signifikan jumlahnya. Itu ada 72 perkara. Atau kalau kami persentasekan 80 persen," kata Ihsan dalam konferensi persnya, Kamis (18/2/2021).
Baca juga: 32 Sengketa Pilkada di MK Lanjut Tahap Pembuktian, Ini Daftar Daerahnya
Adapun peraturan mengenai ambang batas pengajuan permohonan ini tercantum dalam Pasal 158 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Sementara alasan lain tidak diterimanya sengketa pilkada karena melewati tengang waktu pengajuan permohonan yakni tiga hari kerja setelah hasil penghitungan suara ditetapkan.
"Ada juga 15 perkara yang MK tidak dapat diterima karena memang lewat waktu sebagaimana yang telah ditentukan yakni tiga hari kerja," ujarnya.
Kemudian, lanjut Ihsan, pihaknya juga mengidentifikasi ada dua perkara yang tidak dapat diterima oleh MK karena diajukan oleh bakal pasangan calon.
Ia menjelaskan, UU Pilkada dan Peraturan MK bakal pasangan calon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan sengketa hasil pilkada.
Baca juga: 100 Perkara Sengketa Pilkada 2020 Kandas di MK
"Selain yang diajukan bakal calon, kami juga menemukan ada satu perkara yang ternyata perkara tersebut diajukan oleh pemantau pemilihan tapi tidak terakreditasi oleh KPU," ungkapnya.
"Nah karena pemantau pemilihan ini tdk terakreditasi oleh KPU maka dia tdk memiliki legal standing, kedudukan hukum untuk mengajukan sengketa hasil," ucap dia.
Diketahui, sejak 15 hingga 17 Februari 2021 MK sudah memutus 100 perkara sengketa hasil pilkada.
Jika dirincikan sebanyak 90 perkara dinyatakan tidak dapar diterima, enam permohonan ditarik kembali, dua permohonan gugur dan dua perkara MK tidak berwenang mengadili.
Jumlah perkara yang teregistrasi di MK tercatat ada 132 perkara. Dengan demikian ada 32 perkara yang akan lanjut ke tahap pembuktian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.